Dikadalin itu dialek Betawi. Artinya ditipu,dibobongi,
dikibuli. Dalam bahasa Indonesia, memang banyak prasa, kosakata, idiom yang diambil dari nama binatang.
Kambing hitam, kucing dalam karung, kucing kucingan, katak dalam tempurung, kupu kupu malam, buaya darat, sapi perah dan lain-lain.
Kemarin teman saya, Sultan Syahid, menyebut mungkin lebih tepatnya mengeluh, kita ini, rakyat, dikadalin melulu. Dia berkata begitu berkait dengan maraknya demo menolak kenaikan BBM akhir akhir ini.
Banyak hal misalnya soal impor beras, jagung, juga soal anggaran pembangunan ibu kota dan lain-lain. Itu bohong melulu. Soal kenaikan harga BBM juga dipenuhi kadal kadal itu.
Misalnya Presiden Jokowi menyebut subsidi energi mencapai 502 trilyun, tapi Dalam APBN 2022 anggaran itu hanya tercantum 200 trilyun. Kemudian diralat,
anggaran energi masih kurang 198 trilyun sehinga harus menaikan BBM. Padahal di lain kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawaty mengaku APBN 2022 surplus 519. Presiden Jokowi dua bulan sebelumnya bilang tidak berani naikan BBM takut didemo.
Eh tiba tiba dinaikan juga tuh.
Lalu dengan kenaikan BBM tanggal 3 September itu dana yang akan diperoleh Negara hanya 31 trilyun. Sedang pengeluaran bansos untuk BLT BBM mencapai 24 trilyun. Hanya ada sisa 7 trilyun.
Untuk apa yang sebesar itu. Sementara BLT itu sendiri tidak efektif bagi masyarakat, karena menyusul kenaikan BBM pasti terjadi kenaikan kenaikan harga kebutuhan pokok. Pasti ada effek gapleh. Itu mah sudah jadi rumus. Pasti adanya. Belum lagi kerugian biaya kegiatan demo. Anggaran keamanan juga. Katanya setiap kali demo, dikerahkan lebih dari 6 ribu polisi.
Bagaimana itung-itungannya ya, seru Sultan.