catatan ini pernah di muat di www.angkringanwarta.com, sebuah cataan yang diambil dari sebuah diambil berdasarkan pengalaman kami. Saat itu, saya bersama dengan teman mencoba untuk mencari sesuatu apapun bentuknya sepanjang perjalanan. Seorang teman yang ingin menjadi seorang foto.
Tiba-tiba terlintas kala melewati pasar Burung di Barito, yang letaknya tak jauh dari Bulungan atau taman yang baru, yakni taman Ayodia.
Kala dijumpai, tiba-tiba "Mas dari media massa? Kalau menulis Flu Unggas, jangan menulisnya Flu Burung," ujar Andi Susanto dengan wajah penuh kesal, saat ditemui Angkringanwarta (17/1).
Gara-gara media yang banyak memberitakan tentang Flu Burung, maka lihat saja sepanjang jalan Barito, biasanya meskipun sore hari selalu ramai dengan pengunjung. Sejujurnya kami sebagai penjual burung merasa dirugikan dengan berita yang mengatakan Flu Burung, sebab di sana terdapat kata burung dan kami adalah para penjual burung. Jadi media seperti menyerang kami dengan mempengaruhi para pecinta burung. pemuda asal Jogjakarta.
Meskipun sebenarnya untuk kata Flu Unggas sendiri, telah merugikan kami sebagai penjual burung, apalagi dengan menyebutkan Flu Burung. Flu itu sendiri, sebenarnya menyerang pada unggas atau jika menyerang burung pastinya burung liar, seperti burung dara. Dan pada unggas seperti ayam.
Sambil menggurutu pemuda yang mengaku berumur kisaran 30 tahun "Flu itu, semenjak saya kecil sebenarnya sudah ada, tapi tidak terlalu berpengaruh. Saya saja yang setiap hari bersama burung tidak kenapa-kenapa. Lalu kenapa media dan pemerintah begitu besar menggembor-gemborkan perihal Flu Unggas, seoalah seperti masalah besar saja, masalah besar itu, Century."
Dan imbas dari maraknya berita yang beredar tentang Flu Burung, semoga saja kejadian dulu-dulu enggak terulang kembali, saat awal mula kemunculan Flu Burung, saat itu Pemerintah membakar semua unggas sebagai solusi dan media begitu marak memberitakan. Imbas dari beritu seputar itu, beberapa penjual burung sangat dirugikan, bahkan sampai-sampai gulung tikar. Lalu entah kenapa berita itu reda dan sekarang mencuat kembali.
Maka jika sampai terulang kembali, dan bos tempat saya kerja gulung tikar, maka saya enggak tahu apa yang harus diperbuat, sebab semenjak dari tinggal di Jakarta dari Yogyakarta saya hanya bekerja sebagai penjual burung. Untuk saat ini saja, penghasilan dari penjualan cukup menurun hingga 4o% dari penjualan-penjualan sebelumnya.
Maka sudah seharusnya pemerintah juga memikirkan solusi dari masalah ini, bukan hanya membuat kami terkena imbas dari pemberitaan tersebut, apalagi pekerjaan semakin sulit. Andi yang masih dengan logat jawanya mengulang kembali bahasanya "Tolong tulisnya jangan Flu Burung, tapi Flu Unggas."
Penulis mengenai kata lain dari virus influenza H5N1, WHO sebagai sebuah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan dengan sebutan Flu Unggas. Hal tersebut, sebagaimana diberitakan di Kantor Antara Biro Aceh (31/12). Dede
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H