Lihat ke Halaman Asli

Diah Utami

Pengamat

Berurusan Dengan Polisi Jepang

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nggak pernah mimpi deh untuk berurusan dengan polisi di negeri orang, apalagi di Jepang. Tak terbayang ribetnya. Tapi ternyata aku harus juga mengalami satu masa saat aku harus berurusan dengan polisi di Jepang. Nggak... bukan aku pelaku utama di kisah ini. Aku hanya menemani seorang kawan yang tertimpa musibah. [caption id="attachment_146118" align="alignleft" width="395" caption="Numpang narsis bersama sepeda kesayangan. Foto: dok.pribadi."][/caption] Dia kehilangan sepeda di pelataran parkir sebuah toserba di dekat asrama tempat kami tinggal. Oh no...! Itu adalah sepeda baru, dan sepeda di kota tempat kami tinggal saat itu sudah seperti nyawa bagi kami. Can't live without it (halah... lebay :p) Setelah mencari dengan teliti ke seantero parkiran toserba itu, kami akhirnya memutuskan untuk melapor ke polisi setempat. Sebuah keputusan yang mau tak mau harus kami ambil. Masuk ke kantor polisi yang kecil, bersih dan berkesan ramah itu, awalnya kami asyik-asyik aja. Tapi ketika disambut oleh petugas polisi yang (sebetulnya) ramah itu, wadduh... ampun deh. Kemampuan bahasa Jepang kami yang baru beberapa bulan tinggal di Jepang, disandingkan dengan kemampuan bahasa Inggris bapak petugas itu, bagaikan rel kereta api deh. Nggak nyambung sama sekali! Pada intinya, kami berhasil menjelaskan permasalahan yang kami hadapi. Okelah, pak polisi ngerti. Tapi ketika kami harus mengisi formulir laporan kehilangan, wah, komattana... we're in BIG trouble. Semua tulisan tercetak dalam huruf kanji, sementara yang kami mengerti baru kata-kata standar semata. Ampun dah. Untungnya, pak polisi baik hati banget. Dia membacakan pertanyaan dalam formulir itu untuk kami -untuk temanku, tepatnya-. Minimal, bahasa lisan lebih kami pahami dibandingkan bahasa tulisan. Alhamdulillah, tak berapa lama kemudian, selesai juga kami mengisi formulir. Seluruh informasi mengenai sepeda yang hilang, lokasi kehilangan, tempat kami tinggal, hingga nomor kontak yang akan dihubungi oleh polisi tersebut jika ada perkembangan terbaru, sudah berpindah ke dalam kolom-kolom formulir tersebut. Syukur berikutnya, ketika beberapa hari kemudian temanku mendapat kabar bahwa sepedanya yang hilang telah ditemukan dalam kondisi yang baik. Alhamdulillah. Sementara sepedaku? Sempat dapat tiket tilang karena parkir kelamaan di pelataran sebuah toserba lain dekat stasiun. Tiket tilang disematkan pak polisi di tiang sepeda saya, tanpa perlu bertemu langsung. Tapi aku yakin, pelanggaran yang kulakukan sudah tercatat dalam 'buku dosa' yang dipegang polisi, siap jika sewaktu-waktu aku melakukan pelanggaran lagi, maka sanksi sudah menanti. Maaf pak polisi, nggak lagi-lagi deh... :D Membicarakan polisi Jepang, mau tak mau aku sedikit membuat perbandingan dengan polisi Indonesia. Saat melapor kehilangan, di Indonesia kita tidak mengisi formulir sendiri, melainkan seperti diinterogasi. Petugas menuliskan data yang kita sampaikan dalam komputer pribadinya. Kalau soal tilang, wah... polisi Indonesia harus ketemu langsung sama pelaku. Nggak ada sejarahnya tuh, polisi ngasih surat tilang saat pengemudinya nggak ada. Saat polisi ada tapi pelaku pelanggaran tak ada, 'aman' deh. Sebaliknya, saat ada pelanggaran, polisinya tak ada. Padahal banyak lho pelanggaran yang terjadi saat tak ada polisi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline