Saya kebetulan iseng-iseng membuka internet pada hari ini dan membaca kompetisi kenangan bersama Avanza di kompasiana dan membuka http://www.toyota.astra.co.id/product/avanza/. Ya, kebetulan saya memiliki kisah sehingga saya akan mengkisahkan pengalaman kami bersama Avanza yang kisahnya baru sebulan yang lalu terjadi. Kami (Saya, Kak Oris, Rozaldi,Rizki,Cici dan Rosa) merupakan sahabat karib. Pada tanggal 1 Desember 2013 , Rosa akan mengakhiri masa lajangnya yang berlangsung di Palembang. Setelah menimbang-nimbang kami sepakat untuk menghadiri acaranya. Kami berangkat menuju Palembang dengan menggunakan Avanza. Kami memilih Avanza selain ruangan yang cukup luas untuk kami berlima, avanza juga pintar selip, tahan banting, tahan goyang. Itu sudah kami buktikan dalam kisah petualangan kami menuju Palembang. Perjalanan dimulai tanggal 30 November 2013 pukul 03.00 dini hari, kami berangkat menuju pelabuhan merak. Perjalanan berjalan lancar selama perjalanan kami menikmati suasana sejuk yang melewati jendela, (sengaja buat hemat bensin juga :P) kami bernyanyi mengikuti irama lagu yang mengalun di tape. Saat tiba pagi hari mulai menyinari disepanjang Selat Sunda. Kami sangat takjub akan keindahan yang berbeda dengan pemandangan Jakarta yang panas, semerawut dan macet. Maklum, kami berlima bukanlah penduduk asli Jakarta. Kak Oris berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, Rozaldi berasal dari Sumatera Barat, Rizki berasal dari Maluku, Cici berasal dari Jambi, dan saya (Cynthia) berasal dari Kalimantan Barat. Kami dipertemukan dalam satu pendidikan yang sama di salah satu sekolah kedinasan di daerah Jawa Barat dan saat ini sedang menempuh pendidikan Strata 2 di Jakarta. Kami memiliki kesamaan yang sama yaitu travelling ke lokasi-lokasi yang unik untuk dijelajahi. Dan kini Palembang menjadi destinasi selanjutnya. Saat sedang asik-asiknya menikmati keindahan sambil berfoto-foto ria, tiba-tiba salah seorang porter menepuk pundak Kak Oris seraya berkata,
“Apa bapak yang menggunakan Avanza Abu-abu disana?” sambil menunjuk arah letak mobil kami.
“Iya” Jawab Kak Oris singkat.
“Maaf pak, mobil bapak tadi diserempet pengendara truk disebelah” lanjut bapak tersebut.
Kontan saja kami terkejut dan langsung menghampiri mobil, dan benar saja kaca tersebut sudah pecah dan patah, tak ayal ini membuat kami lemas terlebih-lebih kak Oris, karena ini adalah mobil pinjaman dari Pamannya yang baru membeli mobil ini 3 bulan yang lalu. Sebagai mahasiswa, kami juga tidak memiliki uang yang cukup untuk mengganti kerusakan mobil tersebut, uang hanya cukup untuk membayar tol dan bensin selama perjalanan. Hal ini juga yang membuat kami bersitengang dengan sopir truk, setelah sekian lama sopir truk tersebut menyerahkan uang Rp. 150.000 sebagai ganti rugi, aroma alkohol tercium dari mulutnya. Kami hanya bisa pasrah apalagi itu hari Sabtu sehingga kami tidak bisa mengurus asuransi. Selama sisa perjalanan kami diam dalam pikiran masing-masing,Setibanya di pelabuhan Bakauheni rupanya kami sudah ditunggu oleh Kak Rofiq,teman Kak Oris sewaktu pendidikan dahulu. Setelah kami ceritakan masalah kami, Kak Rofiq mengantar ke bengkel resmi Toyota, ternyata jawabanya sama kami diminta menunggu sampai Senin. Tentu tidak mungkin melanjutkan perjalanan dalam keadaan kaca mobil yang pecah, sedangkan pernikahan Rosa berlangsung esok hari. Kak Rofiq pun mengantar kami ke bengkel milik temannya, disana mobil kami diperbaiki sambil kami diajak makan, spa, dan singgah dirumahnya. Beruntungnya kami, semua biaya ditanggung oleh Kak Rofiq, termasuk kerusakan mobil.
Setelah pukul 18.00 WIB kami melanjutkan perjalanan menuju Palembang, sampai diujung kota Lampung kami bingung karena ada dua cabang anak jalan yang sama-sama menunjuk arah Palembang. Untungnya ada seorang pria paruh baya yang kebetulan lewat, bapak tersebut menjawab, bisa saja dua-duanya, namun yang sebelah kiri ini jauh, yang sebelah kanan kalian bisa menghemat 45 km. Tapi karena kalian masih muda kalian lewat sebelah kanan saja, begitu jawabnya sambil terkekeh. Kami pun mengikuti anjuran bapak tersebut.
Saya agak janggal dengan perkataan bapak tersebut, kenapa kami yang masih muda dianjurkan melalui jalan kanan yang lebih singkat, justru kalau sudah lanjut usia, anjuran itu seharusnya diberikan. Pikiran itu melayang-layang dalam pikiran, tanpa saya ungkapkan. Dan, kami tidak akan pernah menyangka, bahwa jalan itu hampir membuat kami kehilangan nyawa.
Satu jam pun berlalu, jalan ternyata cukup terang dihiasi lampu-lampu jalan, kami satu persatu mulai terserang kantuk, begitu pula saya. Saat memasuki daerah Tulang Bawang hujan turun cukup deras, jalanan masih dihiasi dengan kendaraan yang hilir mudik. Tak lama, segerombolan pemuda mengendarai motor ditengah-tengah badan jalan. Merasa terganggu, teman saya, Rozaldi yang sedang menyetir mobil mengklakson salah seorang diantara mereka, tiba-tiba saja pemuda tersebut marah dan mengeluarkan pistol dari belakang bajunya. Merasa nyawa kami terancam Rozaldi segera memacu mobil dengan kecepatan tinggi, dengan ukurannya Avanza mampu menyelip kedaraan-kendaraan yang ada didepannya. Kami yang sedang terlelap pun akhirnya terbangun dan terlibat dalam aksi kejar-kejaran seperti adegan dalam film action. Kami sangat panik, Rizki memegang golok yang dia bawa, Cici memegang pisau sangkur dengan gemetaran,saya hanya bisa berdoa dalam hati. Hujan makin menguyur dengan derasnya, Rozaldi sudah tidak peduli menabrak lobang-lobang dijalan. Pikiran kami hanya menghindari kejaran pemuda tersebut. Setengah jam kemudian akhirnya pemuda tersebut sudah tidak nampak, tapi situasi masih tegang, hujan turun semakin deras, ditambah jalan juga sudah tidak terlihat dipenuhi oleh air, kami sepanjang jalan terus berdoa,kantuk mendadak hilang.
Kak Oris mencoba menenangkan kami,dan caranya ampuh membuat kami tidur kembali. Ketika bangun, kami sudah masuk Provinsi Sumatera Selatan. Cici bercerita bahwa selama perjalanan dia tidak bisa tidur, menemani kak Oris yang gantian menyetir mobil. Pada saat itu, mereka mendengarkan berita di radio, bahwa terjadi penembakan oleh pemuda yang tidak dikenal dengan menggunakan sepeda motor dan pistol di daerah Tulang Bawang, yang menewaskan pengendara mobil, sekitar pukul 20.00 WIB. Saya sangat terkejut,itu adalah waktu dan tempat yang sama dengan kejadian yang kami alami,saya hanya bisa menduga-duga apakah itu pemuda yang sama yang mengejar kami di Tulang Bawang. Ntahlah.
Akhirnya, pukul 03.00 WIB kami tiba di Palembang dengan selamat. Kami sempat berfoto di jembatan Ampera.Segera kami bergegas mencari alamat rumah rekan kami, Deka yang sudah lama menunggu. Perhitungan kami benar-benar molor dari dugaan waktu keberangkatan. Deka tertawa mendengar cerita kami, dia mengatakan kalau daerah itu memang berbahaya, dan tidak ada kendaraan yang berani melintas pada malam hari. Beruntungnya kalian tidak mengalami pecah ban selama perjalanan begitu kata Deka menutup pembicaraan. Dan kami pun bergegas istirahat untuk persiapan prosesi esok.
Syukurlah, kami menghadiri acara pernikahan tanpa kurang satu apapun, setelah itu kami diajak keliling Palembang mencicip Durian,Empek-empek, dan Martabak Khas Palembang. Selain itu kami mengunjungi stadion Jakabaring, Jembatan Ampera, dan Mesjid Cheng Ho. Esok subuh kami kembali menuju Jakarta.Selama perjalanan pulang saya membenarkan salah satu kata-kata bijak yang pernah saya baca sometimes its the journey that teaches you alot about your destination. Terkadang, perjalananmu mengajarkan banyak hal. Sungguh sejuta kenangan terpatri bersama Avanza.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H