Setiap negara masih memiliki status Kesehatan yang masalah yang serius bagi WHO. Masalah ini disebabkan masih ditemukannya ketimpangan dalam bidang kesehatan di setiap negara yang menjadikan fokus utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) oleh WHO pada bidang kesehatan. Berbagai macam penyebab terjadinya seperti perbedaan tingkat pendidikan serta demografi tempat tinggal masyarakat. penyebab adanya ketimpangan ini juga dapat disebabkan oleh Perilaku serta pengetahuan masyarakat akan hal pentingnya menjaga status kesehatannya. Selain itu, masalah ketimpangan pada status Kesehatan juga dapat disebabkan oleh pola hidup dan gaya hidup dari setiap individu (Rakasiwi & Kautsar, 2021).
Masalah tersebut tentu saja akan berdampak pada Kesehatan individu tersebut seperti akan terjangkitnya penyakit tertentu. Penyakit yang dapat diderita individu juga bermacam-macam seperti halnya penyakit menular. Penyakit menular masih menjadi salah satu masalah Kesehatan saat ini yang kejadiannya dapat menimbulkan kesakitan, kecacatan dan kematian yang tinggi (Aryantiningsih et al., 2020).
Penyakit kronik menular seperti Tuberkulosis dapat disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, respon terhadap kuman tersebut ditandai dengan adanya jaringan granulasi nekrotik. Proses penularan pada penyakit ini terbilang cepat pada orang yang rentan dan daya tahan tubuh lemah. Penyakit ini dapat menyebabkan terganggunya sumber daya manusia dan biasanya akan menyerang kelompok masyarakat terutama pada masyarakat dengan golongan sosial ekonomi yang rendah (Sejati & Sofiana, 2015).
Penyakit Tuberkulosis menimbulkan beberapa gejala seperti batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Pasien mdengan TB ini biasanya akan mengalami batuk dengan dahak yang bercampur dengan darah lalu disertai dengan sesak nafas, kemudian nafsu makan akan menurun sehingga berat badanpun menurun dan badan menjadi lemas, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan dan malaise (Kemenkes, 2018). Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyebab utama dari 10 penyakit yang menyebabkan terjadinya morbiditas dan mortalitas di dunia.
Menurut data Global Report TB pada tahun 2019, angka kesakitan tuberkulosis mencapai 10.000.000 orang pada tahun 2018. Sedangkan untuk kasus kematian mencapai 1.500.000 jiwa karena penyakit tuberkulosis. Kemudian untuk global, pada tahun 2019 diperkirakan 10 juta (kisaran 8,9 - 11 juta) orang jatuh sakit dengan TB. Lalu terdapat Delapan negara menyumbang angka penyakit TB tertinggi yaitu dua pertiga dari total global: Diantaranya adalah India (26%), Indonesia (8,5%), China (8,4%), Filipina (6,0%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,4%), Bangladesh ( 3,6%) dan Afrika Selatan (3,6%) (WHO, 2020). Berdasarkan data dari WHO, sebanyak 7,1 juta pasien TB paru pada tahun 2020 yang mengalami penurunan menjadi 5,8 juta kasus TB pada tahun 2019 (Kemenkes, 2020). Namun berbeda halnya dengan di Indonesia, negara Indonesia justru mengalami peningkatan dan termasuk negara kedua yang mengalami peningkatan tertinggi jumlah seluruh kasus TB, yaitu pada tahun 2019 mencapai 560.049 jiwa (meningkat sebanyak 69% dibanding tahun 2015) (WHO, 2020).
Salah satu penyebab terjadinya peningkatan tersebut bisa diakibatkan oleh ketidakpatuhan pengobatan yang mana hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekebalan kuman tuberculosis terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Dalam menjalani pengobatan, Kepatuhan klien dalam minum obat merupakan hal utama dalam keberhasilan pengobatan. Kepatuhan dalam meminum obat pada penderita tuberkulosis paru dapat meningkatkan hasil yang baik dalam proses pengobatan, selain itu juga dapat mencegah terjadinya resisten obat (Ni’mah et al., 2018).
Dalam menjalankan pengobatannya, pasien dengan tuberculosis memerlukan dukungan bagi kedisiplinannya terutama dukungan baik dari keluarga ataupun teman yang menderita masalah yang sama, yang bersedia untuk saling mengingatkan untuk minum obat setiap saat sesuai dengan ajuran pemakan obat. Salah satu contoh bentuk dukungan yang dapat diberikan adalah dalam bentuk peer group support yang mana dapat berupa dukungan positif pada setiap kegiatan yang dilakukan. Dimana dalam bentuk dukungan ini berisi dengan teman atau orang lain yang memiliki permasalahan yang sama. Dibanding dengan pengaruh keluarga, lebih besar pengaruh teman sebaya terhadap sikap, minat dan tingkah laku. (Ni’mah et al., 2018).
1. Factor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat
Menurut Sahat (2010) ada beberapa factor yang mempengaruhi kepatuhan obat :
a) Factor sarana. Seperti cukupnya ketersediaan obat, baiknya dedikasi petugas Kesehatan, pemberian regiement AOT yang adekuat
b) Factor pasien. Cukupnya pengetahuan pasien mengani TB, dampak pengobatan yang tidak adekuat, cara menjaga kondisi tubuh, kebersihan diri dan etika batuk, kondisi lingkungan pasien dan tingkat Pendidikan pasien
c) Factor keluarga dan masyarakat lingkungan. Keberhasilan pengobatan ini juga ditunjang oleh dukungan dari keluarga seperti pengingat dan penyemangat dalam proses pengobatan
d) Kesakitan dan pengobatan. Lebih rendahnya kepatuhan pengobatan pada penyakit yang sudah kronis (karena tidak ada akibat buruk yang dirasakan dan resiko yang jelas), efek samping dari pengobatan.
e) Usia. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
f) Kualitas interaksi. Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan klien adalah bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan,
g) Komunikasi. Kurangnya informasi yang seimbang tentang risiko dan efek samping, sehingga strategi yang dilakukan profesional kesehatan untuk mengubah sikap dan kepercayaan pasien kurang,
h) Hambatan ketaatan. Regimen pengobatan yang kompleks, durasi terapi yang panjang, efek samping yang dirasakan, rendahnya kemampuan kogniti, hambatan bahasa dan fisik serta hambatan ekonomi untuk mendapatkan obat
i) Pengawasan. Peringatan atau anjuran berupa patuhi waktu dan dosis yang telah dianjurkan untuk meminum obat tersebut.
2. Strategi Intervensi Keperawatan
Pelayanan Keperawatan komunitas yang diberikan harus memperhatikan strategi intervensi keperawatan komunitas agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai salah satunya adalah dengan proses kelompok. Dimana proses kelompok sendiri adalah suatu bentuk rencana/intervensi keperawatan komunitas yang metodenya dilakukan dengan cara melibatkan peran serta aktif masyarakat seperti pembentukan peer atau social group support ditinjau dari kondisi dan kebutuhan masyarakat. Perawat komunitas disini dapat membentuk kelompok baru atau bekerja sama dengan kelompok yang telah ada (Susanto et al., 2022).
Dalam proses kelompok ini dilakukan dengan cara membentuk kelompok dengan anggota dari-oleh-untuk masyarakat yang memperhatikan kesehatan di wilayahnya sehingga dapat Bersama-sama secara mandiri mengatasi permasalahan yang muncul di masyarakat. Proses kelompok ini tentu banyak menimbulkan beberapa pengaruh positif, seperti :
a) Membangun harapan pada saat anggota kelompok telah menghadapi masalah yang sama atau bahkan telah berhasil menyelesaikan masalah yang sama,
b) Universalitas, dimana anggota kelompok sadar bahwa masalah yang dihadapinya tidaklah sendiri,
c) Berbagi informasi,
d) Altruisme dan saling membantu,
e) Koreksi yang berurutan, dimana terdapatnya hubungan yang pararel terjadi dalam kelompok dan dalam keluarga,
f) Pengembangna teknik sosialisasi,
g) Perilaku imiatif dari pemimpin kelompok,
h) Katarsis, anggota dapat mengekspresikan perasaan secara tepat
i) Faktor-faktor eksistensial, pada saat anggota akan hidup yang kadang tidak adil dan cara hidup yang telah ditempuh adalah tanggung jawab dari setiap orang (Susanto et al., 2022).