Saat Timnas U-19 berhadapan dengan Persebaya U-21 di Stadion Gelora Bung Tomo, Senin lalu, 23 Februari 2014, setidaknya empat kali pertandingan harus dihentikan wasit karena ulah Bonekmania menyalakan kembang api sehingga asapnya sampai ke tengah lapangan.
Aksi ini bukan hanya mengganggu jalannya pertandingan tapi juga dapat membahayakan pemain dan penonton lainnya. Menyalakan "flare" (semacam kembang api warna merah) di tribun stadion tampaknya telah semakin meningkat akhir-akhir ini.
Bonekmania mungkin menyaksikan pertandingan sepak bola di Eropa yang penuh dengan asap dan cahaya yang disebabkan oleh kembang api yang dibakar dan berpikir bahwa mereka juga dapat menciptakan suasana yang sama meriahnya di Indonesia. Tetapi mereka tidak menyadari bahwa membakar Flares sangat berbahaya dan dapat menyebabkan luka bakar yang parah.
Belajar Dari Liga Primer Inggris
Liga Primer dan Asosiasi Sepak Bola Inggris akhir Desember 2013, telah meluncurkan kampanye pendidikan suporter (supporter campaign education) untukmendidik penonton tentang larangan dan bahaya menyalakan kembang api di lapangan sepakbola.
Hal ini dilakukan karena penggunaan kembang api dan bom asap semakin lama semakin meningkat di Liga Inggris dan Liga Domestik. Pada musim 2010/11 hanya ada delapan insiden. Pada 2011/12, meningkat menjadi 72 dan musim lalu melonjak menjadi 172 insiden. Selama musim 2013/14 sampai dengan akhir Oktober 2013, telah terjadi 96 insiden.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 1.635 orang penonton Liga Primer menemukan bahwa 87 % dari penonton percaya bahwa menyalakan kembang api seperti flare dan bom asap selama pertandingan sangat berbahaya. Sejumlah 86 % mengkhawatirkan keselamatan mereka. Jumlah yang sama (86%) menganggap bahwa flare dan bom asap dapat mengakibatkan resiko kebakaran dan 79% menganggap membahayakan kesehatan.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa dua pertiga orangtua yang menonton Liga Inggris sangat menkhawatirkan keselamatan anak mereka yang turut menonton akibat peningkatan penggunaan kembang api ini. Sebanyak 81 % orang tua mendukung tindakan tegas terhadap suporter yang menyalakan kembang api.
Kemudian hasil penelitian ini disosialisasikan kepada seluruh klub anggota Liga Primer dan Asosiasi Sepak Bola Inggris. Setiap klub diwajibkan berpartisipasi mendukung kampanye mendidik suporter melalui iklan atau media klub seperti website resmi mereka.
Kampanye ini dihadirkan secara online dengan menampilkan bagaimana kembang api dapat mengakibatkan cidera dan luka bakar yang serius kepada yang menyalakannya maupun penonton lain yang sama sekali tidak bersalah. Juga ditampilkan peristiwa kecelakaan yang pernah terjadi yang diakibatkan Flare selama berlangsungnya pertandingan Liga Inggris.
Kampanye juga menjelaskan bahwa Flare hanya digunakan bila ada marabahaya yang mengancam di laut dan dirancang untuk tidak padam dengan cepat, bukan digunakan di stadion sepakbola. Flare mengandung bahan kimia dan terbakar pada suhu 1600 ° C yang dapat melelehkan baja.
Juga diinformasikan bahwa bom asap yang apabila meledak akan menimbulkan asap yang begitu banyak dan menghalangi jarak pandang, hanya digunakan saat perang untuk menutup atau membatasi jarak pandang lawan.
Bom ini sangat berbahaya bagi mereka yang mempunyai sakit asma atau kesulitan pernafasan dan dapat menyebabkan kepanikan di kerumunan penonton yang padat.
Salah satu hal yang ditekankan dalam iklan kampanye adalah bahwa penonton yang membawa kembang api maupun bom asap ke dalam stadion dapat ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara karena dianggap melakukan kejahatan sesuai dengan Act 1985.
Pada bulan Februari tahun 2013 misalnya, dua fans Chelsea dipenjara selama 28 hari dan dilarang menonton sepak bola selama enam tahun karena menggunakan bom asap di Stadion Liberty saat pertandingan Chelsea melawan Swansea City.
Pada November 2013, seorang fans Manchester United diberi hukuman penjara dua bulan (ancaman 12 bulan) dan dilarang menonton sepak bola selama tiga tahun karena menggunakan bom asap ketika MU berhadapan dengan West Bromwich.
Bagaimana Klub Merespons Ancaman Kembang Api
Sebelum pertandingan, klub dan petugas keamanan mengumpulkan informasi dan melakukan pendataan mengenai perilaku suporter fanatik mereka. Bila ditemukan indikasi suporter yang disinyalir membawa kembang api, maka pencegahan yang dilakukan adalah:
1.Menggunakan anjing pelacak di pintu masuk stadion untuk mendeteksi penonton yang membawa Flare. Penggunaan anjing pelacak ini di beritahukan di media maupun website klub.
2.Pencarian menyeluruh kembali dari orang yang lolos masuk stadion membawa kembang api, dilakukan oleh aparat keamanan di bawah pengawasan polisi.
Contoh terbaru dari luka yang disebabkan oleh kembang api di Inggris
- Wigan Athletic vs Aston Villa, Mei 2013, anak laki-laki 15 tahun mengalami kerusakan paru-paru dari bom asap yang dilemparkan saat pertandingan.
- Liverpool vs Everton, Mei 2013, penggemar Everton berusia delapan tahun terkena bom asap. Dia dirawat karena luka bakar di lehernya.
- Leicester City v Sheffield Rabu Maret 2013 seorang penonton wanita mengalami luka bakar di kakinya dari salah satu bom asap yang dilemparkan antar pendukung kedua kesebelasan.
Belajar Dari Klub Barcelona
Hampir tidak pernah kita menyaksikan adanya suporter yang menyalakan kembang api maupun melemparkan bom asap selama Barcelona bertanding di La Liga.
Barcelona di web resmi mereka telah dengan tegas mencantumkan hal-hal yang harus dipatuhi oleh suporter mereka ketika datang ke stadion yang antara lain menyebutkan:
- Semua pendukung Barcelona akan menjalani penggeledahan menyeluruh sebelum memasuki stadion.
- Membawa flare, kembang api ke stadion dilarang keras. Siapa pun yang mencoba untuk memasukkan barang-barang tersebut adalah melanggar hukum dan pelanggar akan dihukum berat. Siapapun yang menyalakan kembang api di dalam kompleks stadion akan menerima risiko denda berat dan hukuman penjara. Polisi akan campur tangan dan menangkap setiap orang yang terkait dengan pelanggaran tersebut.
Bagaimana Dengan Indonesia?
Belum lepas dari ingatan ketika AFC, badan sepak bola Asia menjatuhkan sanksi kepada Timnas Senior Indonesia berupa laga tanpa penonton saat Timnas menjadi tuan rumah menjamu China pada 15 Oktober 2013 dan Irak 19 November 2013 dalam babak penyisihan Piala Asia. Suporter Indonesia diharamkan menyaksikan secara langsung laga Timnas di Stadion.
Penyebabnya jelas, panitia pertandingan tidak bisa memberi rasa aman kepada tim tamu saat bertandang ke Indonesia. Selama menjadi tuan rumah dari timnas negara lain, ulah suporter dinilai sangat brutral seperti melempari suporter tim tamu, membunyikan petasan dan membakar kembang api.
Mengapa brutalisme dan vandalisme ada pada suporter Indonesia? Faktornya adalah mental orang Indonesia yang tidak siap kalah. Ketika kesebelasan yang didukung keok, suporter membuat keonaran seperti melakukan pembakaran di tribun, melakukan pembakaran mobil di sekitar stadion dan menyerang suporter tim lawan.
Padahal dalam dunia olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas, kalah menang adalah hal yang lumrah.
PSSI dapat mencontoh cara Liga Primer Inggris dan klub Barcelona bagaimana cara mereka menangani para suporter pembakar kembang api ini. Usaha pemilik klub untuk membangun kesebelasan yang tangguh menjadi tidak berarti apa-apa jika para suporter terus membuang-buang uang dengan melanggar peraturan.
Timnas sepak bola Indonesia adalah kebanggaan dan sukacita serta menyatukan kita. Timnas U-19 misalnya telah menempatkan Indonesia di peta sepak bola Asia dan kita harus bangga dengan itu. Mari kita para suporter klub tidak membakar uang denda yang tidak perlu. Uang untuk membeli dan membakar kembang api dapat disalurkan untuk pengembangan klub sebagai gantinya .
Sumber:
Supporter Education Campaign Launched
Instructions for Visiting Team Supporters
Foto: Jamie Squire/ Getty Images: Bosnia-Herzegovina fans