Malam ini, kan kuakhiri cerita cinta kita. Kuingin hilangkan segala fikir tentangmu. Tentang bayangmu, tentang tawamu, tentang ramahmu, tentang perhatianmu dan segala yang baik tentangmu. Kuingin tak ada lagi hadirmu dalam mimpiku. Kuingin kau segera pergi dari kehidupanku. Dan kuingin menghapus namamu dalam hatiku.
Malam ini, kulangkahkan kaki menuju taman itu. Taman tempat kali pertama kita bertemu. Tempat kali pertama kumerasa hatiku kau curi. Tempat pertama kisah cinta kita berawal. Bangku kayu bercat putih menyambut kehadiranku disini. Ku masih ingat, disanalah pertama kali aku memandangmu dari kejauhan. Menikmati pesona ramahmu pada anak-anak yang bermain di taman. Berharap suatu hari nanti ku mengetahui namamu dan mengenalmu jauh lebih dekat.
Namun malam ini, semua harus kuakhiri. Ku tlah berfikir terlalu sesat. Ku terbawa alunan cinta semu yang menghanyutkan. Alunan merdu bak penawar lara. Cinta yang ntah kemana kan bermuara. Bayangamu yang selalu mengikuti langkahku. Kata-kata semangatmu di kala fajar yang mengawali hari-hariku. Senyuman candamu yang menjadi penghibur malamku. Kisah seindah ini harus tetap ku akhiri.
Kubuka riwayat kalbu bersampul biru. Kulihat disana goresan-goresan tentang rasaku padamu. Riwayat kalbu bersampul biru menjadi temanku selama ini. Tempatku menumpahkan segala asa tentangmu. Dan malam ini, aku harus melenyapkannya. Kurobek satu persatu kertas riwayat kalbu itu. Kurobek hingga bagian terkecil. Kubiarkan angin malam menerpa tubuhku yang masih tetap tegak berdiri. Karna kuyakin tubuhku tak lebih rapuh dari hatiku.
Kurelakan sobekan riwayat kalbu terbang mengikuti arah angin malam ini. Aku tak tahu akan dibawa kemana mereka. Ke angkasakah atau ke hutankah. Atau jatuh tepat di depan langkahmu. Karena mungkin mereka paham, untuk siapa aku menulis semua itu di atas mereka, riwayat kalbu yang kurobek.
Malam pun semakin larut. Riwayat kalbu bersampul biru tlahlenyap tak bersisa.Aku tak tahu apa yang harus kulenyapkan lagi setelah ini. Karena hanya itulah bukti nyata kenangan indahku bersamamu. Kau tak pernah memberiku sekuntum mawar. Kau pun tak pernah menghadiahku sebuah boneka. Bahkan kau tak pernah mengucapkan rasa cintamu. Karena kita memang bukan sepasang kekasih. Kau bukan milikku dan akupun bukan milikmu. Kita tak pernah merajut cinta bersama. Namun kau menjinakkanku dengan semua kata-kata manismu. Dengan ramah-tamahmu. Dan dengan senyum menawanmu. Yang kusadari bahwa itulah anugerah terindah dalam hidupku namun sekaligus menjadi pengoyak luka di hatiku.
Rintik rinai mulai menghampiri. Awan seolah paham tentang sedihku di malam ini. Kurentangkan kedua tanganku. Kuhadapkan wajah pada langit. Membiarkan rinai membasahi wajah dan sekujur tubuhku. Ku yakin, bukan hanya mata ini saja yang melihat indahmu. Namun tangan, kaki, mulut, dan segala yang ada padaku menjadi saksi kekagumanku akan keindahan yang kau tawarkan. Mungkin rinai yang membasahi ini mampu menghilangan bayangmu dalam hatiku. Kumulai memejamkan mata. Kunikmati hawa dingin malam ini.
Luka itu mulai menganga. Menyisakan kepedihan yang teramat sangat. Ketika sore itu kau menyapaku dengan senyuman manismu. Dan kau menyerahkan amplop biru berwangikan melati. Biru, warna yang kusuka. Dengan penuh rasa ku membuka amplop itu. Dan airmata pun tak mampu kutepis. Undangan pernikahanmu. Kau tlah memilih perempuan itu menjadi pendampingmu.
Ah, semua itu terlalu menyakitkan bagiku. Rinai malam ini harus menghilangkanmu dalam hatiku. Aku tersekap dalam gelapnya malam. Bersama hujan ku luapkan tangisku yang sedari tadi tertahan. Namun tubuhku ambruk diterpa angin. Aku pun terlentang di atas tanah dan masih dalam hujan. Rintikan hujan pun tak ingin berhenti membasahi.
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan lagi setelah ini. Karena semakin kucoba melepasmu dari hatiku, semakin terlukis wajah indahmu dalam malamku. Ku tak tahu harus berbuat apa lagi. Mungkinkah cerita indah yang kau tawarkan terlalu mendalam, hingga luka itu tercipta dan mulai menanah. Aku sakit. Aku tlah jatuh cinta. Dan kini aku jatuh karena cinta.
Dalam kesedihan ini aku memikirkan caraku melupakanmu. Hanya satu lagi yang belum kulakukan. Ya, ini adalah cara terakhir yang mungkin mampu mengajak bayangmu menjauh dariku. Bahkan bukan hanya bayangmu, namun juga ragamu.
Malam ini kau harus kubunuh…..!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H