Lihat ke Halaman Asli

Custos Logos

Firmantaqur

Maggot, si-Larva yang Rakus

Diperbarui: 10 Desember 2024   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                           Dok. Pribadi 

SAMPAH merupakan masalah klasik dan telah menjadi persoalan yang tak kunjung usai di berbagai tempat. Mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sering dianggap sebagai solusi. Namun, kenyataannya, kapasitas TPA yang terbatas dapat menciptakan masalah baru.

Tumpukan sampah yang membusuk dan sulit terurai dapat merusak lingkungan dan memicu berbagai risiko kesehatan. Sampah anorganik, misalnya, membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk dapat terurai, sementara limbah organik kerap menjadi sumber penyakit apabila tidak dikelola dengan baik.

Salah satu inovasi yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi beban TPA adalah melalui budidaya maggot. Larva jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) ini memiliki kemampuan luar biasa dalam mengurai sampah organik secara cepat dan efektif. Selain ramah lingkungan, budidaya maggot juga menawarkan peluang ekonomi yang menjanjikan dan pangsa pasar yang jelas dan menjanjikan.

Melalui sistem biopon, yakni wadah atau kolam khusus yang dirancang dengan ukuran fleksibel sesuai kebutuhan, satu gram telur maggot mampu menghasilkan sekitar enam kilogram larva dalam waktu hanya 12 hari. Proses ini mengoptimalkan pemanfaatan limbah organik, seperti sisa makanan, limbah dapur, dan sisa sayuran dari pasar.

Dengan kemampuannya menghabiskan hingga 15 kilogram sampah organik, maggot dikenal sebagai larva yang rakus. Namun, karakteristik ini tentu sangat berguna, karena secara signifikan dapat mengurangi limbah makanan sekaligus memberikan nilai tambah ekonomi.  

Selain ramah lingkungan, budidaya maggot juga menawarkan peluang ekonomi yang menjanjikan dan pangsa pasar yang menjanjikan...  

Dalam skala bulanan, para peternak maggot mampu memanen hingga satu ton larva. Nilai jualnya di pasaran cukup menjanjikan, maggot hidup dijual dengan harga Rp5.000 hingga Rp10.000 per kilogram, sementara maggot kering memiliki nilai jual lebih tinggi, yaitu senilai Rp40.000 per kilogram.

Selain itu, maggot kering bahkan dapat diolah menjadi tepung dengan harga jual Rp10.000 per kilogram, menjadikan produk berbasis limbah ini semakin bernilai ekonomis.  

Pasar maggot sangat potensial, terutama untuk pakan ternak dan petani kolam jaring apung karena kandungan proteinnya yang tinggi. Selain itu, maggot kering juga dapat diproses lebih lanjut menjadi minyak sehingga menambah diversifikasi produk dari usaha ini.

Namun, budidaya maggot tidak lepas dari berbagai kendala. Salah satu tantangan utama adalah serangan hama, seperti burung dan tikus yang dapat mengancam keberhasilan produksi. Selain itu, kualitas pakan harus senantiasa dijaga agar pertumbuhan larva tetap optimal, sehingga pemilahan limbah organik mutlak diperhatikan.

Budidaya maggot membuktikan bahwa sampah, yang sering dianggap kotor dan tidak berguna, dapat diubah menjadi sumber daya yang bernilai tinggi. Inovasi ini tidak hanya mampu mengurangi beban lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang usaha berkelanjutan yang berdampak positif secara ekonomi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline