Lihat ke Halaman Asli

Otomotif Malaysia: Salam Untuk Jihad Emansipasi!

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dunia otomotif bagi saya memang tidak pernah kehabisan daya tarik. Selalu ada saja yang menarik untuk ditelisik, mulai dari aspek teknikal, hingga sejarah dan dunia bisnisnya sekalian.

Saya menangkap ada perbedaan persepsi soal masyarakat di negara-negara berkembang, industri baru, dan negara maju soal industri otomotif. Pengalaman bertemu dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun dosen menunjukkan, kita yang berasal dari negara-negara berkembang dan industri maju cenderung menganggap kepentingan industri otomotif sebagai hal yang prestisius, sementara yang dari negara maju, cenderung menganggap industri otomotif "taken for granted".

Dari percakapan dengan dosen fisika dan sosio-antropologi yang kebetulan juga sama-sama orang Chinese, kebetulan dosen fisika saya ini asli dari RRC dan yang sosio-antropologi juga imigran dari kecil, membuat spektrum perspektif kita makin lengkap. Mereka sepakat, kalau dunia perkeretaapian sering dikaitkan dengan cermin karakter bangsa, maka tidak jauh beda dengan dunia otomotif. Saya pun sepakat pula dengan pendapat ini. Bahwa ada cerita yang luar biasa dalam dibalik kemajuan/kecanggihan spec setiap produk teknologi. Semuanya tidak cuma soal pemahaman soal hukum-hukum Fisika, matematika, dan kimia, atau soal desain, tapi cerita sosial-politik-budaya juga tercermin didalamnya.

Mungkin bakal banyak yang berpikir kenapa tulisan ini dimuat dikolom humaniora padahal jelas-jelas ada thema otomotif? Saya justru bukan cuma mau membahas aspek teknikal semata yang umum dijumpai didunia otomotif, tetapi saya juga percaya bahwa sekali lagi, aspek sosial-budaya juga tidak lepas dari kemajuan performa sebuah mobil.

Kalau saya melihat sejarah perkembangan industri otomotif Asia, termasuk Indonesia tercinta, saya boleh bangga secara umum tapi juga miris dengan yang terjadi di Indonesia. Untuk kasus Indonesia, memang secara umum industri otomotif sudah berkembang jauh lebih baik seiring kemajuan zaman, tapi sayangnya, mungkin seperti yang kita dapat lihat bersama, bahwa industri otomotif Indonesia sepertinya tertinggal dibanding kawan-kawan sepermainan kita seperti Malaysia, Thailand. Padahal sepak terjang kita dimulai hampir bersama-sama dan kita semua mengalami fenomena yang kurang lebih serupa.

Walau ada perbedaan soal sejarah kebangsaan dan kolonial, saya secara pribadi menilai bahwa sejarah perkembangan industri otomotif Malaysia benar-benar patut diacungi jempol. Tidak salah memang kalau industri otomotif Malaysia dipuja sebagai Macan Industri Otomotif Asia Tenggara, karena memang perlu saya akui bahwa perjuangan Malaysia mengembangkan industri otomotifnya benar-benar mencerminkan kegigihan dan semangat membara untuk menjadi yang terbaik. Suatu nilai yang secara Islami, dikatakan sebagai "Jihad": perjuangan menjadi yang terbaik.

Memang saya tidak melihat ataupun mengalami secara langsung perjalanan kemajuan industri otomotif kedua negara, tapi beginilah kisah yang saya dengar dari para tetua, juga kawan-kawan Malaysia saya yang  kebetulan juga penggemar otomotif, yang saya benar-benar salut:

Bukan rahasia lagi kalau masa-masa rezeki minyak tahun 1970an itu menjadi momentum Indonesia dan Malaysia, juga negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk meraih kemajuan lebih disegala ini, melalui power projection capability. Ketika itu, sedengarnya, Malaysia sampai membeli saham pabrikan Lotus yang konon sudah sekarat. Juga bukan rahasia lagi, kalau dalam dunia bisnis otomotif, tindakan demikian biasa dikenali tujuannya adalah untuk kepentingan R&D, apalagi mengingat baik Proton, Perodua, Astra, Indomobil semua masih "hijau" pada saat itu.

Tidak salah memang kalau pabrikan macam Lotus yang jadi mangsa untuk akusisi demi R&D. Iyalah, Lotus adalah produsen mobil sport yang tentu butuh kecanggihan tingkat tinggi. Barangnya bagus-bagus tapi sayangnya keuangannya sekarat, klop deh jadi sasaran akuisisi, apalagi kalau buat R&D. Benar-benar ibarat mendapat durian jatuh.

Saya sendiri kaget ketika pertama kali mendengar kabar bahwa Lotus ternyata milik Khazanah Bhd. Walaupun saya juga tidak kaget dan malah kagum dan heran bagaimana bisa Malaysia dan India bisa jual mobil di pasaran Eropa? Kalau bisa jual mobil di pasaran Eropa tentu kemampuannya juga bukan sembarangan, kan? Wong Eropa jelas-jelas rajanya teknologi otomotif!

Soal akuisisi Lotus oleh Malaysia, ini saya benar-benar kagum dan salut. Menurut hemat saya, tindakan ini benar-benar mencerminkan wujud dari tekad yang sama sekali tidak setengah-setengah dalam mengembangkan industri otomotif sebagai kebanggaan nasional dan emansipasi. Juga, kalau bahasa pengusahanya, sikap "seize the day", merebut kesempatan yang ada. Sungguh tindakan yang berani sekaligus cerdik!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline