Lihat ke Halaman Asli

Terdampar di Bandara Antah-Berantah

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Jadi semuanya berapa, Mbak?" tanyaku pada mbak kasir mini market yang senyumnya tersimpul manis.


"31.250, mas.." dia bilang


"Bentar ya, Mbak.. saya ada uang pas," jawabku spontan.

Dan aku pun merogoh saku celana mengeluarkan selembar dua puluh ribuan, selembar sepuluh ribuan dari dompet, dan beberapa macam pecahan uang logam dari kantong depan. Si mbak yang tadinya tersenyum manis sekarang senyumnya berubah arti, mungkin menahan geli. Mungkin kalau si mbaknya ini pemain sinetron,  mungkin tiba-tiba akan bergaung keluar suara dari bawah sadarnya, "Kasihan bener masnya ini, belanja pakai uang receh..dikiranya ini pasar induk kali ya?"


Tapi aku sudah terlatih untuk pura-pura cuek, "Uangnya pas ya, Mbak."


Si mbaknya masih tetap tersenyum sopan, bertanya, "Pakai nota nggak?"


"Nggak usah, Mbak. Bayar cuma pakai recehan kok minta nota.." jawabku sok ngelawak.


Eh.., ternyata si mbaknya kepancing..senyumnya makin lebar mnengembang. Uhuuuiiii....!

Saya sadar bahwa nggembol uang recehan seperti ini buat sebagian orang memang bisa jadi kebiasaan yg cukup "menistakan". Awal juga begitu buatku, tapi saya ingat satu kejadian awalnya yang hingga kini akhirnya  malah menjadi kebiasaan buatku.

Kejadiannya bermula waktu saya terdampar di sebuah bandara antah-berantah. Uang di dompet sudah menipis, sementara jadwal boarding masih lama. Jadi daripada lapar mata ngelihat merchandise yang menggoda syahwat di etalase mall, saya putuskan mending ngadem di bandara saja. Dapet kira-kira setengah jam menggelandang di bandara, saya mulai bete. Jadi kepikiran nyari bacaan, tapi apa daya duit sudah cekak. Lembaran di dompet sudah aku sisihkan hanya untuk keperluan yang penting saja. Tinggal beberapa recehan nickel dan quarter yang ada dikantong bersuara kerincing-kerincing bikin saya nggak pede tiap kali berjalan. Mau saya belanjakan, takut kalau yang punya toko tersinggung. Akhirnya karena nggak bisa nahan bete, aku nekad mampir ke mini market.

"Hi, Ma'am...may I have that magazine, please?" saya nekad menyapa dengan bahasa inggris tarzan kota.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline