Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Tanoto

Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Muhammadiyah Disebut Oportunis dan "Mengemis" dalam Buku Karya Irfan S. Awwas

Diperbarui: 2 Oktober 2021   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Ketika mendengar istilah Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau DI/TII, boleh jadi serta merta akan menyebut nama Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo (SMK) atau lebih populer dengan sebutan Kartosuwiryo. 

Kartosuwiryo merupakan tokoh proklamator Darul Islam; Negara Islam atau lebih dikenal dengan nama DI/TII yang "habis" ditumpas oleh Jendral AH. Nasution dan Ibrahim Adji.

Perbincangan tentang Kartosuwiryo dan DI/TII dapat kita temukan dalam buku "Jejak Jihad SM. Kartosuwiryo Mengungkap fakta yang didustakan". Ditulis oleh Irfan S. Awwas, (saat ini sebagai Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin). 

Buku ini terdiri dari 3 bab. Bab I Mengenal Proklamator Negara Islam Indonesia yang membahas tentang riwayat pendidikan sampai dengan analisis kepribadian dan psikologi. Bab II, Perjuangan Menuju Negara Islam Indonesia, diawali dengan pembahasan proses membangun negara islam hingga kedudukan TII.

Pada bab III membahas Struktur Pemerintahan Negara Islam Indonesia yang didalamnya akan mengulas Qanun Azasi NII, disandingkan dengan pembahasan Kitab UU hukum pidana NII.

Sedangkan pada IV membahas perang segi tiga pertama (TNI-TII-Belanda) dan pada bab V sebagai bab terakhir membahas pengadilan politik: SM Kartosuwiryo sebagai terdakwa yang didalamnya diuraikan persidangan sandiwara. 

Firdaus A.N, dalam tulisan pengantar di buku ini "SM Kartosuwiryo Mujahid yang Istiqomah", bahkan menyebut jika Kartosuwiryo adalah orang kepercayaan HOS. Cokroaminoto, pernah menjabat sebagai Sekjen Partai Syarikat Islam Indonesia pada 1931 hingga 1939, dan dipecat pada tahun yang sama. 

Firdaus A.N juga mengungkapkan jika Muhammadiyah adalah sayap moderat Syarikat Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, salah seorang anggota SI yang dikenakan disiplin organisasi. Sebabnya, karenya Muhammadiyah menerima subsidi (uang) dari pemerintah kolonial Belanda mulai 1926. 

Firdaus A.N bahkan mengklaim bahwa SI "marah" terhadap Muhammadiyah, dan kepada kaum pergerakkan lainnya karena Muhammadiyah dianggap telah berada di luar pagar perjuangannya. Begitu setidaknya yang dinyatakan oleh AK. Pringgodigdo dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia sebagaimana dikutip Firdaus A.N.

Bagi saya, kalimat-untuk tidak menyebut tuduhan- paling serius oleh Firdaus A.N adalah ketika menyatakan bahwa Muhammadiyah mempunyai penyakit "mengemis" dan meminta bantuan Pemerintah yang tetap berlanjut sampai akhir ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline