Lihat ke Halaman Asli

Cinta Ayah Bunda

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ayah sebijaksana Abu Bakar ash Shidiq, secerdas Jostein Gaarder, sekuat Gatot Kaca, segagah Arjuna, selincah penari dari keraton; namun satu hal yang pasti, beliau tidak dapat diungkapkan dengan hal-hal seperti itu. Beliau memiliki pribadi yang cemerlang, wibawanya tak terbaca namun menimbulkan suasana yang tenang apabila ada dengannya. Namun, tak jarang dia menjadi Rahwana, si Dasamuka yang berang karena ditinju kelakuan anak-anaknya yang kadang menjadi begajulan. Beliau sedikit feminis, karena dapat meneteskan air mata, ketika satu anaknya sudah terlalu kurang ajar. Gerakannya cekatan ketika menari diatas panggungdan kuat gagah berani ketika menjadi pemadam api.

Beliau tangguh, bijak dan akan lebih hebat lagi apabila telah bertemu dengan Nabi saw., nanti suatu hari di tanah suci. Kehidupannya cukup bersejarah, masa kecilnya penuh daya juang, masa mudanya penuh petualangan dan masa tuanya tetap berkarya. Kadang ada banyak anak yang tidak suka dengan perilaku ayahnya karena terlalu mengatur, itu juga berlaku untukku. Waktu kecil aku tidak jarang ingin minggat dari rumah, karena dia terlalu keras mengaturku. Namun, inilah hasilnya didikannya yang sempurna menjadikanku lebih hebat darinya.

Dan ibu; beliau adalah Dewi Sri, sekuat Kartini, sepintar Julia Kristeva, secantik Maryam, sesuci Siti Aisyah; namun, seperti halnya ayah, beliau adalah kemisteriusan yang indah, tak terbaca namun memancarkan cinta kasih yang hangat. Dia malaikat, bukan, lebih dari sekedar malaikat. Ibu memiliki ketidak terbatasan dalam dirinya. Dan Nabi, mencintai setiap ibu yang ada di muka bumi, memuliakannya tiga kali lebih besar dari ayah. Menjaga cinta anaknya dan mencintai anaknya. Kekurang ajaran setiap anak adalah keperihan, lukanya akan sirna ketika anaknya dapat tersenyum. Mengusap ketakutan setiap anaknya dan mengorbankan separuh hidupnya. Dan Ibu tak berlelah hati untuk membuat semua anak tersenyum.

Orang tua, sepasang adam hawa yang jatuh ke dunia dengan cinta-NYA, menjaga anak-anaknya, mencintai mereka. Mulialah hidup mereka. Berteman dengan Nabi-Nabi serta istri-istri Mereka. Orang tua, ketidak tak terbatasan yang nyata, keindahan untuk para anak, guru tanpa akhir, ilmu yang terpendam. Orang tua, manusia yang ada di sisi-NYA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline