Lihat ke Halaman Asli

CukLanang

Happy Our Hunting

Santiasi: Hal yang Acap Kali Diacuhkan

Diperbarui: 22 Mei 2024   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sanitasi dan air merupakan dua hal yang berhubungan satu sama lainnya. Sanitasi sendiri adalah upaya menciptakan lingkungan yang sehat, aman, dan layak bagi sekitar. Berkaca di masa sekarang, banyak dari kita yang hanya mengira sanitasi sebatas mencui tangan menggunakan air. Padahal, sanitasi memiliki peranan yang kompleks. Sanitasi melibatkan pengelolaan sumber daya air, pengolahan air limbah, dan pengelolaan limbah padat dengan tujuan untuk mencegah penyebaran penyakit, mempertahankan kualitas air, dan menjaga kebersihan umum. Banyaknya keterlibatan dalam menjaga kondisi sekitar yang sehat ini menyebabkan sanitasi memiliki peranan yang penting dan fundamental.

Menurut Edward Scoot Hopkins, di tahun 1983, sanitasi merupakan usaha pengawasan faktor-faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Sanitasi memiliki hubungan yang erat dengan kesehatan karena memiliki peranan penting dalam pengendalian persebaran penyakit. Semakin baik sanitasi, maka angka penyebaran penyakit tertentu dapat di tekan dan dicegah. Penyakit yang dapat diecegah penyebarannya adalah penyakit yang memiliki jalur penularan 5F (Fields atau tanah, Fluids atau air, Fingers atau Tangan, Flies atau lalat, dan Foods atau makanan) sepeti diare, kolera, disentri, polio, tifus, dan hepatitis A. Hal ini dibuktikan dengan sebuah hasil intervensi yang pernah dilakukan, yaitu sanitasi dapat menurunkan angka diare pada baita hingga 12,9%.

Indonesia menempati urutan keempat di dunia dengan kategori negara terkaya dalam hal total sumber daya air terbarukan. Namun, air yang melimpah ini belum terdistribusikan secara merata keseluruh bagian wilayah Indonesia. Terbukti dari data Bappenas di tahun 2011, hanya 30,8% rumah tangga di daerah perkotaan yang memiliki akses ke air perpipaan dan hanya 9% di daerah pedesaan, dengan rata-rata 18,4% di seluruh negeri. Selain itu, konsumsi air di Indonesia berada dibawah standar kebutuhan dasar manusia, dimana rata-rata Indonesia hanya 34,2 liter/orang per hari dari yang seharusnya 50 liter /orang per harinya.

Kersediaan air dan kondisi sanitasi di Indonesia memang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun tetap belum mampu menjangkau seluruh warga negaranya. Hal ini menyebabkan Indonesia tercatat menjadi salah satu negara yang mempunyai permasalahan sanitasi karena kurang memperhatikan kebersihan pada makanan, air maupun komponen sanitasi lainnya. Terlihat dari data kematian di Indonesia akibat typhoid yang menjadi terbesar di Asia Timur karena disebabkan sistem sanitasi buruk. Bahkan anak-anak menjadi korban kematian karena terserang diare mencapai 100.000 setiap tahunnya. Apalagi 60% penduduk pedesaan di Indonesia saat ini hidup dengan sistem sanitasi yang dapat beresiko terhadap kesehatan.

Kondisi akses air yang buruk dapat memperbesar risiko kontaminasi yang tinggi dengan kemunculan berbagai penyakit. Kompleksitas permasalahan dari kondisi sanitasi yang tidak memadai, air minum yang tidak aman, serta perilaku kebersihan yang buruk telah menyebabkan 88% kematian anak-anak akibat diare di seluruh dunia. Sementara bagi anak-anak yang bertahan hidup dan sembuh, masih harus menghadapi risiko terserang penyakin yang sama dan masalah baru terkait gizi. Hal ini tentunya akan menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi maksimal mereka di masa emas tumbuh kembang mereka. Dalam jangka panjang, apabila tidak segera ditangani, kondisi tersebut dapat menimbulkan implikasi yang sangat serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa mendatang (UNICEF, 2012).

Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak berusia di bawah lima tahun. Laporan dari Kementerian Kesehatan dalam Peran Matematika, Sains, dan Teknologi dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs 173 Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 menyebutkan bahwa diare menjadi penyebab 31% kematian anak usia antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25% kematian anak usia antara satu sampai empat tahun. Angka diare pada anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum tercatat 34% lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan air perpipaan atau ledeng. Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66% pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik tank. Dalam hal ini, peran penting kebersihan dan kesadaran akan pentingnya sanitasi yang layak dan air minum yang aman sering kali diabaikan. Padahal kematian dan penyakit yang disebabkan oleh diare sebenarnya dapat dicegah dengan cara-cara sederhana. Misalnya dengan mencuci tangan secara tepat dengan menggunakan sabun dapat mengurangi risiko penyakit diare sebesar 42-47%, bahkan tanpa perbaikan pada sistem pengairan dan sanitasi (UNICEF, 2012).

Melihat kenyataan bahwa negara kita masih buruk dalam hal sistem sanitasi, maka perlu adanya kerjasama antara masyarakat dan pemerintah untuk menemukan solusi terbaik terhadap permasalahan ini. Pemerintah sejauh ini telah mengeluarkan regulasi-regulasi terbaik agar permasalahan sanitasi di tanah air tidak di luar kendali, seperti masalah sampah, aturan pembuangan limbah, pengendalian penggunaan plastik dan lain-lain. Namun regulasi tersebut tidak bisa berjalan dengan optimal jika masyarakat sendiri tidak mempunyai kesadaran untuk menjaga kebersihan dan kesehatan di lingkungan tempat tinggal. Misalnya dengan membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya, memisahkan jenis sampah rumah tangga, dll. Tidak ada kata terlambat, sebelum semuanya semakin memburuk.

Referensi:

Elysia, Vita (2018) Air Dan Sanitasi: Dimana Posisi Indonesia? Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, pp. 1-23. ISBN 978-602-392-327-4, e-ISBN 978-602-392-328-1

----

Penulis: Zarqa Alyamama
Umur: 19 tahun
Mahasiswa Kedokteran UNS, Angkatan 2023




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline