Lihat ke Halaman Asli

Cucun LailatusSuhur

Banyak berguru sedikit bergurau

Menilik Tulisan RA Kartini dan Relevansinya terhadap Perempuan Masa Kini

Diperbarui: 10 Juni 2022   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://indonesia-zaman-doeloe.blogspot.com/

Sudah tak asing lagi didengar di telinga masyarakat, seorang tokoh wanita pejuang emansipasi dan perintis pergerakan nasional, yang dikenal dengan nama Raden Ajeng Kartini. Kartini merupakan wanita yang memiliki pemikiran kritis dan revolusioner, hal itu sudah terlihat pada pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam surat-surat yang ditulisnya sejak ia masih belia. Tulisan-tulisannya banyak 

mengandung penentangan terhadap praktik budaya patriarki dan feodalisme Jawa yang sangat kental pada abad-19. Surat-surat yang ditulis oleh Kartini dikirim kepada teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Kartini dan kawan Belandanya saling berkirim surat dengan mengungkapkan keresahan-keresahan yang ada dalam hatinya. Surat yang ditulisnya berisi cita-cita dan harapannya 

untuk memajukan pendidikan bangsanya terutama pendidikan kaum perempuan, yang pada masa itu pendidikan perempuan pribumi masih sangat terbelakang.

Salah satu suratnya yang berisi kalimat "Bukan Laki-Laki yang Hendak Kami Lawan Melainkan Pendapat Kolot dan Adat yang Usang" cukup menarik untuk diperbincangkan dengan mengulik relevansinya untuk masa kini. Maksud dari kalimat tersebut yakni perjuangan yang dilakukan Kartini bukan bermaksud melawan laki-laki, melainkan adat kolot yang menjadi sumber ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan itulah yang perlu dilawan. 

Pendapat kolot dan adat yang usang telah dirasakan oleh Kartini pada saat ia memustukan hal yang berat dalam hidupnya, yakni melakukan pernikahan dengan laki-laki yang telah memiliki istri. Padahal Kartini sendiri sangat menentang pernikahan diusia dini dan anti terhadap poligami, namun karena pengaruh yang kuat dari adat dan tradisi membuat Kartini tidak berdaya untuk melawan. 

Keputusan yang dibuat oleh Kartini telah dipertimbangkan sebelumnya yakni agar tidak membuat kecewa orang-orang terdekatnya.

Kendati telah bersuami dan berstatus menjadi seorang istri, Kartini tetap melanjutkan perjuangannya, namun dengan suasana yang berbeda. Suaminya yang seorang Bupati juga memiliki pemikiran yang maju dan mendukung perjuangan yang dilakukan Kartini yakni mencerdaskan dan meningkatkan taraf hidup perempuan setara dengan laki-laki termasuk dalam perkawinan dengan mendirikan sekolah.

Kalimat dalam surat yang ditulis oleh Kartini terkait pendapat kolot dan adat yang usang sangat relevan dengan kehidupan perempuan masa kini. Seiring dengan perubahan politik Indonesia yang terlepas dari belenggu penjajah di masa lampau, membuat pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sudah cukup maju dibanding dengan masa kolonial, hal ini kemudian membuat masyarakat 

semakin memiliki pemikiran yang terbuka, sehingga banyak pemuda menyuarakan terkait kesetaraan gender tanpa takut adanya tekanan dari penjajahan atau pemerintah dalam menyampaikan aspirasi atau pendapatnya untuk kemajuan Indonesia.

Walaupun zaman sudah semakin maju dengan dukungan teknologi yang semakin canggih, tak dapat dipungkiri masih terdapat beberapa kasus terkait budaya patriarki dan pernikahan yang dilakukan dengan perjodohan diusia yang bisa dikatakan cukup dini. Hal tersebut kebayakan terjadi di daerah pedalaman atau pedesaan. Kemungkinan terjadinya hal itu karena minimnya edukasi, kurang meratanya pendidikan kita, atau adat istiadat yang masih bersifat turun-temurun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline