Kondisi anak Ibu cukup memprihatinkan, sebaiknya dirawat inap.
Saya masih ingat dengan jelas kejadian sembilan tahun lalu saat saya dan si kecil pulang kampung dari Batam, Kepulauan Riau, ke Bogor, Jawa Barat, untuk mengunjungi orang tua dan mertua. Efek kelelahan, anak saya yang saat itu masih berusia satu tahun drop. Ia mengalami panas tinggi, menolak makan-minum, dan mengalami (maaf) diare.
Panik? Iya! Saya sangat khawatir dengan kondisi si buah hati. Saya juga bingung dengan biaya rumah sakit. Apalagi waktu itu di penghujung liburan. Saya sudah tidak punya uang lebih. Tidak lagi punya simpanan.
Uang sudah habis untuk jalan-jalan, dibagi-bagi ke beberapa keluarga dan kerabat. Hanya tersisa sedikit untuk bekal di perjalanan dan membeli tiket pesawat pulang dari Jakarta ke Batam.
Apalagi rawat inap di rumah sakit (swasta) tanpa jaminan asuransi itu ternyata butuh deposit. Saat keuangan sedang tipis, sangat terasa lho besarnya.
Jujur, saat itu semua rasa sesal langsung hadir. Kenapa kemarin-kemarin saya terlalu boros? Kenapa sok-sokan membagi-bagikan uang ke keluarga dan kerabat? Kenapa tidak bisa menjaga kondisi anak? Kenapa tidak ikut asuransi?
Mau meminjam uang ke mertua segan. Apalagi waktu itu suami sedang tidak ikut pulang kampung. Mau meminjam uang ke keluarga saya juga tidak enak, takut juga membuat mereka khawatir dan panik.
Akhirnya saya menghubungi suami, meminta disediakan uang setidaknya untuk deposit rumah sakit. Apapun caranya. Suami akhirnya mengirimkan sejumlah uang. Tidak begitu besar, mungkin karena uang yang masih ia miliki pun sudah tidak banyak. Sebelumnya uang simpanan suami sudah diberikan kepada saya untuk bekal jalan-jalan akhir tahun.