Lihat ke Halaman Asli

Cucum Suminar

TERVERIFIKASI

Kompasianer

[Cerpen] Sebuah Fragmen di Masjid

Diperbarui: 12 Mei 2021   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah fragmen di masjid. | Gambar diambil dari ms.pngtree.com

Aku mendadak terjaga. Saat aku lirik jam dinding yang tergantung  di dekat pintu masuk masjid, waktu menunjukkan pukul 01.05. Masih ada waktu sekitar dua jam untuk aku kembali tidur. Masjid yang sudah aku tumpangi menginap selama enam hari ini biasanya mulai ramai pukul 03.00.

Jamaah laki-laki mulai berdatangan untuk meramaikan masjid. Ada yang bersholawat, mengaji, dan salat malam. Pukul 03.30, anak-anak dan beberapa lelaki dewasa berkeliling perumahan yang berada di sekitar masjid. Mereka ramai menabuh botol dan kaleng cat bekas. Membangunkan umat muslim untuk segera bangun. Makan sahur.

Aku mencoba kembali memejamkan mata. Namun, tidak bisa. Pikiranku malah melayang ke Cianjur. Kota tempat aku lahir dan tumbuh. Kota tempat tinggal ibu dan adik perempuanku. Semakin aku memejamkan mata, bayang-bayang Ibu dan si adik perempuan kian menari-nari di pelupuk mata.

Aa, kalau tengah malam bangun dan tidak bisa tidur lagi, coba salat malam. Mungkin Allah ingin kita semakin mendekatkan diri padaNya. 

Terngiang nasihat ibu. Dulu saat masih tinggal di Kota Santri, ibu kerap menasihatiku seperti itu setiap kali aku terjaga tengah malam. Padahal, aku sering bangun tengah malam karena banyak pikiran.

Aku memikirkan utang ayah yang menumpuk efek biaya pengobatan beliau sebelum meninggal. Ayah terkena diabetes melitus. Sebagai anak lelaki satu-satunya, aku merasa bertanggung jawab menanggung beban tersebut.

Atau kalau Aa mau tidur lebih nyenyak, coba berwudhu dulu sebelum tidur. Bersuci. Insya Allah pikiran juga lebih tenang. 

Terngiang kembali nasihat ibu yang lain.

Dengan enggan, akhirnya aku bangun. Berwudhu dan salat malam. Padahal selama seminggu ini, aku lalai menjalankan perintah sunnah. Aku hanya menjalankan salat lima waktu dan berpuasa. Salat malam dan mengaji tidak pernah lagi aku lakukan. Tarawih pun hanya sesekali. Terkadang karena faktor tidak enak. Menumpang tidur di masjid kok tidak salat tarawih.

Aku marah dengan keadaan. Aku merasa sudah taat menjalankan perintah Allah, tetapi hidupku masih saja susah. Sudah satu minggu ini aku bahkan tidak punya uang sama sekali. Akhirnya dengan terpaksa aku menumpang tinggal di masjid. Beruntung pengurus masjid sangat baik.

Aku tidak hanya diizinkan tinggal, tetapi aku juga diberi jatah makan dua kali dalam satu hari. Satu kali saat sahur, satu kali sata berbuka puasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline