Lihat ke Halaman Asli

Cucum Suminar

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Lebaran Hampir Tiba, Kue Kering Apa yang Paling Kamu Suka?

Diperbarui: 15 Mei 2020   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deretan kering yang dijual di salah satu supermarket Kota Batam, Kepulauan Riau. | Dokumentasi Pribadi

Sama seperti halnya ketupat dan opor ayam, merayakan Hari Raya Idulfitri tanpa sajian kue kering rasanya kurang afdol. Kemeriahaan lebaran rasanya sedikit berkurang. Alhasil, satu-dua hari sebelum Hari Raya Idulfitri tiba, aneka kue kering biasanya sudah dijejerkan di meja. Siap untuk disuguhkan bagi para tamu yang berkunjung untuk silaturahmi.

Ada yang sengaja secara khusus membuat sendiri kue-kue kering itu, ada yang memesan ke tukang kue langganan, ada juga yang memilih cara praktis, yakni membeli aneka kue kering yang sudah jadi yang ditawarkan di berbagai toko kue dan supermarket. Tinggal menyiapkan uang, bisa langsung membawa pulang bertoples-toples kue kering.

Dulu saat saya kecil, jenis kue kering yang disajikan sangat terbatas. Kue kering yang selalu ada di meja tamu keluarga kami adalah kue kering semprit bikinan sendiri. Sisanya, kue-kue tradisional kampung yang juga dibuat sendiri satu minggu sebelum lebaran. Biasanya usai sahur, kami sekeluarga tidak melakukan aktivitas lain selain membuat kue.

Jadwal membuat kue disesuaikan dengan ketahanan dari kue tersebut. Semakin tahan kue itu disimpan, semakin cepat ia dibuat. Dulu saat saya kecil, kue yang pertama kali selalu dibuat adalah jipang. Jipang ini adalah kue yang dibuat dari aron --beras ketan yang dijadikan seperti nasi kemudian dikeringkan, setelah kering digoreng hingga keriuk. Setelah berbentuk butiran nasi seperti kerupuk, dicampur gula pasir, dicetak, kemudian diiiris panjang-panjang.

Setelah itu membuat kue cincin. Kue cincin itu dibuat dari tepung beras yang dicampur dengan gula merah cair. Setelah dicampurkan hingga kalis, dibuat bulat-bulat seperti donat, setelah itu digoreng. Biasanya setiap habis sahur saya didaulat membantu membulat-bulatkan kue cincin, ibu saya yang menggoreng.

Selain kue cincin, kami juga membuat wajit. Biasanya wajit yang dibuat dari campuran beras ketan, kelapa dan gula pasir/gula merah itu, ibu saya yang membuat. Beliau membolak-balikan adonan selama beberapa jam hingga adonan mengental dan berbentuk seperti lem. Saya biasanya hanya membantu mengemas ke kertas wajit yang dibuat kotak kecil memanjang.

Kue jipang. | Gambar diambil dari detik.com

Setelah saya beranjak remaja, ibu saya sudah jarang membuat kue-kue tradisional. Kue tradisional berganti dengan kue kering modern, seperti putri salju, nastar, kastengel, lidah kucing, ketapang dan kue kacang. Kue-kue tersebut ada yang dibuat sendiri, ada juga yang dibeli dari teman atau kerabat.

Terlebih, usai pulang mudik dari rumah nenek, nenek saya biasanya membawakan beragam kue tradisional tersebut saat kami pulang. Sehingga, daripada double-double kuenya, lebih baik kami membuat dan membeli kue-kue masa kini, nenek membuat kue tradisional. Sehingga, bisa saling bertukar kue.

Lalu Mana Kue Kering yang Paling Favorit?

Saya pribadi paling suka kue kering semprit. Entah mengapa, sejak dulu tidak pernah bisa menolak pesona dari kue kering ini. Membuat sendiri, atau beli, rasanya selalu enak. Mungkin karena bahan kue semprit sangat standar. Tidak ada edisi premium seperti kue kering yang lain.

Kue kering semprit. | Gambar diambil dari cookpad.com

Bahan utamanya hanya tepung terigu, margarin, telur dan gula pasir. Takaran dari bahan-bahan utamanya juga umumnya harus proporsional, tidak boleh ada yang kurang ataupun berlebihan Nanti bisa terlalu keras, atau justru ambyar. Mungkin ini juga salah satunya ya, mengapa kue semprit rasanya hampir selalu sama.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline