Untaian kertas warna-warni yang selintas mirip chandelier bergoyang-goyang tertiup angin. Warna kertasnya yang semarak seolah menyambut setiap pengunjung Pasar Mangrove Kampung Terih, Batam, Kepulauan Riau, dengan hangat. Terlebih, di pintu masuk tersebut juga tertulis besar-besar "Welcome to Digital Destination, Pasar Mangrove Kampung Terih."
Tak ayal, setiap pelancong yang berkunjung Minggu pagi itu (21/10) menyempatkan diri berdiri lebih lama di lokasi tersebut. Sekadar mengamati juntaian-juntaian kertas itu sambil menikmati pemandangan laut yang membentang, atau mengabadikan diri dengan beragam pose untuk diunggah di media sosial.
Saya termasuk jenis pengunjung yang kedua, berlama-lama mengambil gambar untuk di-upload di media sosial. Tak hanya saya sendiri, saya bahkan mengarahkan anak pertama saya yang berusia tujuh tahun untuk berfoto dengan berbagai gaya, mulai dari pose standar, hingga (pura-pura) candid.
Bila tidak tergoda untuk segera melihat pertunjukan calung yang diiringi beragam tembang Sunda yang khas, saya mungkin akan lebih lama berjibaku dengan kamera dan " si model dadakan" di lokasi itu. Abai juga dengan langit yang tiba-tiba berubah semakin kelabu, pertanda hujan segera turun.
Disambut Alunan Calung dan Tembang Sunda
Dirasa...
Dirasa... Rasa...
Datangna kersaning Gusti...
Tembang Sunda tersebut mengalun samar diiringi lantunan calung yang khas. Saya sebagai orang Jawa Barat yang sudah satu windu merantau di Batam sebenarnya ingin segera ke lokasi pertunjukan alat musik yang terbuat dari bambu itu. Ingin menonton, sekaligus melepas kangen dengan kawih-kawih Sunda. Namun apa daya, sepanjang jalan menuju lokasi ada lumayan banyak spot instagenic yang cukup menarik perhatian anak sulung saya.
Ada perahu yang diberi papan warna-warni dengan tulisan daerah-daerah di Kota Batam, ada ayunan putih bersih berbunga-bunga dan hammock untuk bersantai sejenak, ada sepeda onthel yang dihias sedemikian rupa, hingga tenda Apache mini yang berwana krem-hitam-merah.
Alhasil saya harus bersabar lebih dulu menjadi fotografer dadakan si buah hati, dibanding menjadi pengunjung yang menyaksikan pertunjukan calung yang dibawakan Paguyuban Pasundan Danghiang Wulung. Padahal tujuan awal saya berkunjung ke Pasar Mangrove Kampung Terih karena tertarik melihat pertunjukan calung yang ditawarkan pengelola. Beberapa hari sebelumnya, saya tak sengaja melihat informasi pertunjukan ala Sunda tersebut melalui laman facebook yang dibagikan salah satu teman.
Berdasarkan obrol-obrol dengan salah satu pengelola desa wisata itu, belakangan saya tahu, setiap hari Minggu selalu ada pertunjukan yang ditawarkan oleh pengelola Pasar Mangrove Kampung Terih. Pertunjukannya berbeda-beda dan cukup variatif. Tujuannya tentu saja untuk menarik lebih banyak pengunjung.