Liburan ke Bintan, Yuk!
Kalimat tersebut diucapkan suami beberapa hari sebelum libur Kemerdekaan RI. Ternyata tanpa sepengetahuan saya, ia dan teman-teman di salah satu komunitas roda empat sudah menyusun rencana secara rinci perjalanan ke pulau yang menjadi lokasi tiga pemerintahan, yakni Pemerintah Kota Tanjungpinang, Pemerintah Kabupaten Bintan, dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
Saya yang memang hobi jalan-jalan, tentu saja langsung mengangguk setuju. Tanpa membuang waktu, saya bahkan langsung mengepak pakaian. Apalagi kami akan menghabiskan waktu di pulau tersebut selama tiga hari dua malam (17-19/8). Semalam di Kota Tanjungpinang, semalam di Kabupaten Bintan.
Meski bukan kali pertama, saya sangat bersemangat berlibur ke Bintan. Apalagi kali ini, kami rencananya akan membawa kendaraan sendiri dari Batam, Kepulauan Riau. Kami akan konvoi sekitar 12 mobil. Kami juga tidak menyebrang dengan kapal ferry seperti yang biasa kami lakukan saat berkunjung ke Tanjungpinang ataupun Tanjunguban, namun kami akan menggunakan kapal roro --karena juga harus mengangkut si roda empat.
FYI, jauh sebelum hari keberangkatan, salah satu pengurus Swift Club Indonesia (SCI) Batam yang menjadi panitia, sudah mengurus surat-surat yang diperlukan. Maklum, mobil-mobil Batam sebenarnya terlarang menyebrang ke kota atau pulau lain karena Batam adalah daerah FTZ (Free Trade Zone) --ada salah satu pajak yang tidak dipungut dari pembeli, sehingga kendaraan di Batam "sedikit istimewa".
Setelah surat-surat lengkap, kami tinggal menyebrang dengan membayar biaya sekitar Rp500.000 pergi-pulang. Biaya tersebut menurut saya jauh lebih terjangkau dibanding kita harus menyewa kendaraan di Bintan ataupun Tanjungpinang. Apalagi kendaraan umum di dua wilayah tersebut masih terbatas, dan kami juga berkeliling selama beberapa hari.
Melihat keindahan pemandangan laut
Laju kapal roro ternyata lebih lambat dari kapal ferry. Perjalanan laut Batam-Tanjunguban yang biasanya ditempuh sekitar 15-20 menit, harus dilalui hampir 60 menit. Saya yang saat itu hanya duduk-duduk di dalam dek kapal sudah mulai "mual-mual" karena bosan. Kapal tersebut seperti diam di tempat, tidak beranjak kemanapun. Apalagi satu-satunya televisi yang bisa menjadi hiburan juga tidak menyala. Entah rusak, entah memang sengaja dimatikan.
Beruntung, saat rasa "mual" sudah tidak tertahankan, suami mengajak berkeliling ke atas kapal. Ternyata suasana di atas kapal, jauh lebih menyenangkan. Selain sepoi oleh angin laut yang bertiup, juga banyak pemandangan yang bisa dilihat --mulai dari perahu, kapal-kapal besar, hingga pulau-pulau yang berderet di sepanjang perjalanan.
Makanya tak heran, tidak sedikit penumpang kapal roro tersebut yang lebih memilih selonjoran di atas dek kapal, dibanding duduk manis di dalam dek. Ada yang bermain ponsel, mengobrol ringan, atau berswafoto. Ah, tahu begitu sejak awal saya menghabiskan waktu di atas dek kapal.
Berasa balapan di sirkuit
Selain perjalanan laut, perjalanan darat saat sudah sampai di Pulau Bintan juga tak kalah menarik. Saya suka jalan-jalan di Bintan yang mulus dan berkelok-kelok, serasa sedang di sirkuit. Apalagi di kiri dan kanan jalan ada deretan pohon-pohon kelapa yang menambah indah pemandangan.
Saking terkesan dengan pemandangan tersebut, tangan sebelah kanan saya sempat kaku. Sepanjang jalan saya memotret setiap titik yang kami lewati. Berjam-jam menahan kamera yang memiliki berat lumayan --sambil menahan agar badan tetap seimbang ditengah kelokan, sepertinya sukses membuat tangan saya nyeri sendi.
Meski demikian saya tidak menyesal. Foto-foto hasil jepretan "seadanya" itu tetap terlihat menarik. Apalagi saat kami melintas di jalan raya Bintan-Tanjungpinang tersebut, matahari bersinar cukup terik, sehingga saat dijepret warna biru langitnya terlihat begitu cantik dan solid.
Menginap di hotel cantik, tapi terjangkau
Hari pertama kami menginap di Bintan Beach Resort. Hotel tersebut terletak di pusat Kota Tanjungpinang --namun tidak persis di jalan utama, kita harus sedikit masuk ke dalam melalui jalan kecil. Hotel tersebut tidak terlalu besar, namun asri. Letaknya persis di pinggir pantai. Saya suka interiornya yang bergaya Eropa.
Untuk hotel yang menyediakan kolam renang lumayan besar, harganya cukup terjangkau --mulai Rp200.000/malam. Hotel ini sedikit unik, karena tidak dilengkapi lift, harga hotel ditentukan berdasarkan lantai. Setiap kali naik satu lantai, harga yang harus dibayar akan berkurang Rp50.000.