Pertama kali saya merasakan memiliki mobil adalah saat orangtua membeli Suzuki Carry 1000 yang diproduksi pertengahan 1980-an. Warna mobil tersebut merah tua dengan lis di sekitar lampu berwarna hitam. Ibu dan ayah saya membeli mobil tersebut pada awal 1990-an, saat saya masih berseragam putih-merah.
Orang tua saya membeli mobil itu secara tunai dari salah satu kerabat. Awal 1990-an perusahaan pembiayaan sepertinya belum menjamur seperti saat ini. Selain itu, harga mobil juga belum terlalu tinggi, sehingga kendaraan umumnya dibeli dengan tunai --khususnya kendaraan second hand. Bayangkan saja, harga perhiasan emas saat itu masih sekitar Rp25.000/gram.
Saat itu kami sebenarnya tidak terlalu berminat untuk membeli mobil. Keluarga kami hanya bertiga --saya, ibu dan ayah. Menggunakan sepeda motor rasanya sudah cukup, apalagi kendaraan umum masal di Bogor, Jawa Barat, sudah cukup baik. Hanya tinggal stop dan membayar sekitar Rp200-300, sudah sampai ke tujuan.
Namun kerabat kami yang ingin menjual mobil tersebut mengatakan, kualitas Suzuki Carry 1000 yang ia miliki sangat bagus. Sayang bila harus dijual ke orang lain. Sebenarnya ia pun tidak berminat menjual mobil tersebut, namun suami dan anaknya ingin mengganti mobil dengan keluaran terbaru. Sementara bila tidak dijual, uang untuk membeli mobil "baru" tersebut tidak akan cukup.
Saya sendiri memang sempat merasakan ketangguhan Suzuki Carry 1000 itu. Beberapa tahun sebelumnya, saya pernah ikut keluarga si kerabat berkeliling Jawa-Bali dengan menggunakan mobil tersebut. Selama perjalanan mobil itu melaju lancar, tidak ada keluhan sama sekali. Padahal jarak Bogor-Bali-Bogor termasuk lumayan.
Akhirnya ibu dan ayah saya terbujuk. Namun karena saat itu kami tidak memiliki uang simpanan yang cukup, kami akhirnya terpaksa menjual motor vespa kesayangan ayah. Selain itu, kami juga menjual beberapa perhiasan. Kebetulan ibu saya rajin menabung dengan membeli cincin emas. Walaupun terkadang karena uang yang sangat terbatas, cincin yang dibeli ibu saya secara berkala hanya seberat satu gram sehingga tipis dan rawan patah.
Mudik Seminggu Sekali
Meski awalnya ragu untuk dimiliki, kendaraan roda empat tersebut ternyata sangat banyak membantu. Sejak memiliki mobil kami lebih sering berkunjung ke rumah nenek yang tinggal di Sukabumi, Jawa Barat. Biasanya kami hanya berkunjung satu bulan sekali, setelah memiliki mobil kami berkunjung satu minggu sekali. Sabtu sore berangkat, pulang Senin subuh.
Dulu kami enggan ke Sukabumi karena malas berdesak-desakan di angkutan umum. Waktu itu kami biasanya menggunakan Kol Mini L300 yang terkadang kalau sedang ramai penumpang suka dipaksa dijejal-jejalkan agar cukup. Bangku yang seharusnya bisa diisi oleh empat orang, dipaksa diduduki oleh lima orang. Terkadang malah si supir menambahkan bangku tambahan kecil yang membuat suasana semakin pengap.
Selain itu, terkadang ada saja penumpang nakal yang merokok. Perokok tersebut tidak peduli penumpang lain yang harus merasakan kondisi yang lebih pengap karena tambahan asap rokok. Mending kalau penumpang itu merokok saat jalanan lancar --kami bisa membuka kaca jendela mobil lebar-lebar agar asap rokok keluar, seringnya mereka justru merokok saat suasana sedang macet.
Saat ini kondisi angkutan Kol Mini L300 sedikit berbeda, penumpang tidak lagi seramai dulu. Penumpang juga tidak lagi seenaknya merokok di dalam kendaraan. Mungkin salah satu dampak sukses Program Pemerintah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang digadang-gadang sejak satu dasawarsa terakhir.