Meski bukan kali pertama merayakan lebaran di Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau, baru pada lebaran tahun ini saya pertama kali merasakan shalat Idul Fitri di Pulau Penawar Rindu. Tahun-tahun sebelumnya, saya dan keluarga biasanya melaksanakan shalat Idul Fitri dulu di Pulau Batam. Usai sarapan dan shalat, saya dan suami baru bertolak ke Belakang Padang.
Tahun ini, saya sengaja datang lebih awal ke Belakang Padang, tujuannya tentu saja ingin merasakan shalat Idul Fitri yang sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yakni shalat id di Lapangan Indra Sakti Belakang Padang. Maklum tahun-tahun sebelumnya saya biasa shalat Idul Fitri maupun Idul Adha di masjid dekat rumah.
Selintas, Lapangan Indra Sakti Belakang Padang hampir sama dengan lapangan di kota lain. Hal yang sedikit berbeda adalah lapangan tersebut berada di pulau kecil dan merupakan pusat kegiatan masyarakat. Uniknya, bila di kota lain lapangan terbuka hanya digunakan untuk tambahan tempat shalat, di Belakang Padang lapangan tersebut dijadikan satu-satunya tempat untuk shalat saat hari raya.
Menurut salah satu warga Kampung Bugis, Belakang Padang, Juniarti, bila cuaca sedang tidak hujan, shalat Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha selalu diadakan di Lapangan Indra Sakti. Sementara, bila hujan turun, masyarakat akan melaksanakan shalat hari raya di masjid. Kebetulan hampir setiap berapa meter ada masjid yang cukup besar.
Menurut Juniarti, warga memilih untuk melaksanakan shalat Idul Fitri secara terpusat di Lapangan Indra Sakti untuk lebih mengeratkan tali silaturahmi. Seluruh warga yang beragama muslim dan sedang tidak berhalangan seluruhnya akan shalat berjamaah di lapangan tersebut. Alhasil lapangan yang terdiri dari lapangan sepak bola, lapangan bola voli, dan lapangan basket tersebut penuh didiisi umat muslim Belakang Padang untuk shalat berjamaah.
Ucapan ibu paruh baya tersebut memang bukan isapan jempol belaka. Tadi pagi (6/7) saat saya melaksanakan shalat Idul Fitri di Belakang Padang, saya bertemu dengan beberapa kerabat. Sehingga, tidak perlu menunggu silaturahim dari rumah ke rumah, kita sudah bisa langsung bermaafan usai shalat atau bahkan sebelum shalat dilaksanakan.
Mungkin karena sudah biasa dilakukan satu tahun dua kali, panitia juga sudah menyiapkan lapangan tersebut dengan baik. Pada jarak tertentu, panitia memasang tanda berupa tali agar setiap shaf teratur rapi. Menurut beberapa ibu-ibu yang mengobrol dengan saya, tahun ini ada sedikit yang kurang. Panitia tidak menyiapkan terpal untuk alas shalat sebelum dihamparkan sajadah.
Beruntung saya dan keluarga suami sudah siap sedia membawa tikar dan surat kabar bekas, sehingga sajadah yang kami bawa tidak langsung bersentuhan dengan rumput yang masih basah oleh embun. Beberapa jamaah yang tidak membawa tikar dan koran harus rela sajadahnya sedikit lembab karena langsung terkena rumput basah yang baru dipangkas satu hari sebelumnya.
Secara keseluruhan shalat Idul Fitri di Lapangan Indra Sakti Belakang Padang cukup khusu dan menyenangkan. Apalagi jamaah tidak khawatir tidak kebagian tempat karena lapangannya sangat luas. Hanya saja mungkin kalau datang terlampat jamaah harus rela shalat di belakang dan cukup jauh dari imam.
Itu juga mungkin yang menyebabkan para jamaah shalat Idul Fitri di lapangan tersebut tidak berbondong-bondong datang sebelum pukul 06:00 WIB seperti yang kerap dilakukan para jamaah yang shalat Idul Fitri di masjid. Saya yang merasa sudah sangat terlambat datang ke lapangan sudah khawatir tidak mendapatkan tempat shalat yang strategis. Biasanya, bila datang pukul 06:30 WIB, tempat shalat sudah penuh, namun tadi tempat shalat tersebut masih kosong – baru diisi beberapa puluh jamaah. Baru setelah pukul 06:45 WIB jamaah mulai berbondong-bondong datang dan mengambil tempat untuk shalat.
Begitulah cerita saya shalat berjamaah di Belakang Padang. Bagaimana kisah shalat Idul Fitri teman-teman di tempat lain? Berbagi cerita yuk di kolom komentar. Salam Kompasiana! (*)