[caption caption="My Diary/Dok: Fiksiana Community"][/caption]
Dear Diary,
Setujukah kamu, bila saya bilang pernikahan itu seperti banana boat? Mungkin kamu bilang saya berlebihan, atau kamu anggap saya tak pandai memberikan contoh perumpamaan.
Namun coba kamu perhatikan baik-baik, Ry. Ada banyak persamaan antara banana boat dan pernikahan.
Penumpang banana boat, seolah mewakili ayah, ibu, dan dua orang anak dalam ikatan perkawinan. Sementara pengemudi boat laksana sang pemberi takdir. Ia bisa melajukan boat, atau mengendurkannya. Ia bisa memilih berlayar di air laut yang penuh riak, atau telaga yang tenang tentram.
Sedangkan riakan air seperti tantangan dalam pernikahan. Ry, seharmonis apapun suatu keluarga, pasti akan ada riak-riak kecil. Saat banana boat berlabuh untuk kembali berlayar, pasti akan ada hentakan-hentakan. Apalagi saat penumpang satu per satu naik untuk menikmati hamparan pemandangan dari atas banana boat. Riakan-riakan air tidak dapat dihindarkan.
Diary,
Saat saya naik banana boat beberapa hari lalu, sempat terpikir, ada banyak tantangan dalam pernikahan. Menariknya, tantangan terberat terkadang bukan berasal dari hal-hal diluar keluarga yang menjalankan pernikahan tersebut, namun berasal dari dalam.
Ombak yang meliuk-liuk memang merupakan masalah tersendiri. Banana boat yang kita naiki mungkin akan oleng ke kiri dan kanan saat terkena gelombang, namun percayalah bila seluruh personel dalam banana boat tersebut kompak, ombak tidak akan bisa membalikan banana boat.