[caption caption="Dok ATB/Instalasi Pengolahan Air (IPA) Mukakuning yang dikelola ATB untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah Mukkauning, Batu Aji, Sagulung, hingga Marina."][/caption]Tarif merupakan salah satu elemen penting bagi sebuah Perusahaan Air Minum (PAM). Semakin ekonomis tarif air yang berlaku di sebuah PAM, semakin leluasa sebuah perusahaan air minum meningkatkan kapasitas untuk mengimbangi pertumbuhan pelanggan.
Sayangnya, tidak semua PAM di Indonesia mampu menetapkan tarif ekonomis. Tak sedikit perusahaan air minum yang masih menetapkan tarif terlalu rendah. Akibatnya mempengaruhi kemampuan perusahaan air minum tersebut untuk membangun beragam infrastruktur.
Berdasarkan data Kementrian Pekerjaan Umum (PU) yang dirilis Detik, saat ini ada 162 PDAM Sakit dan Kurang Sehat, sementara PDAM Sehat ada 176. PDAM yang berstatus Sakit dan Kurang Sehat umumnya disebabkan oleh masalah manajemen dan keuangan – salah satunya penetapan tarif yang terlalu rendah.
Kondisi PAM yang masih memprihatinkan tersebut membuat Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya RI, Rizal Ramli, menggulirkan wacana untuk membentuk Dewan Air Nasional. Dewan tersebut nantinya akan berwenang untuk menetapkan tarif air minum/air bersih sehingga harganya lebih ekonomis dan tidak merugikan PAM.
Wacana tersebut disampaikan Rizal Ramli pada konfrensi pers akhir Desember 2015 lalu di Gedung BBPT Jakarta. Hal tersebut seperti yang dikutip Detik. Ia berpendapat, perlu kebijakan untuk memperkuat PDAM, salah satunya dengan menetapkan tarif ekonomis. Apalagi pada 2019, pemerintah menargetkan seluruh masyarakat Indonesia dapat mengakses air minum.
Rizal Ramli juga bertekad untuk membenahi pengelolaan PDAM. Dalam dua tahun pertama, ada 50 PDAM yang akan dibenahi dengan cara menaikkan tarif air yang tidak pernah naik selama berpuluh tahun. Kenaikan tarif air tersebut sebagai upaya untuk menyehatkan PDAM.
Apa yang Menyebabkan PDAM Kesulitan Menaikkan Tarif?
PDAM umumnya sulit menaikan tarif karena hal tersebut identik dengan penambahan beban kepada masyarakat kecil. Saat tarif air dinaikan, masyarakat sudah lebih dulu antipati. Mereka melakukan beberapa upaya agar tarif air bersih urung dinaikan, mulai dari beraudiensi dengan pengelola PAM hingga melakukan unjuk rasa.
Tidak jarang penolakan tersebut juga difasilitasi oleh perwakilan mereka yang duduk sebagai anggota dewan. Akibatnya, tarif air PDAM batal naik, atau kalaupun naik tidak terlalu signifikan. Apalagi tarif air PDAM umumnya harus mendapat persetujuan dari DPRD, selain dari Walikota/Bupati.
Padahal bila dibandingkan dengan tarif air minum dalam kemasan (AMDK), tarif air PDAM pasti jauh lebih murah. Anggap 1 m3 air bersih PDAM Rp2.000, itu berarti pelanggan hanya membayar Rp2/liter. Sementara, air minum kemasan 1,5 liter sekitar Rp4.000 hingga 5.000 tergantung dari merk AMDK tersebut.
Berdasarkan Badan Pendukung Pengembangan Sistem penyediaan Air Minum (BPPSPAM) yang dirilis melalui situs Kementrian PU, tarif ideal untuk 1 m3 air bersih PDAM adalah Rp3.500, namun sayangnya ada beberapa PDAM yang masih menerapkan tarif jauh dibawah harga standar, bahkan ada yang menetapkan tarif Rp500/ m3.