Lihat ke Halaman Asli

Cucum Suminar

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Air Laut Bukan Solusi Air Baku

Diperbarui: 26 Oktober 2015   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok Pribadi/Alat pengolahan air Sei Harapan, Batam."][/caption] Ir. Benny Andrianto., MM merupakan sosok yang tidak asing di bidang air minum. Pria asli Jogyakarta tersebut aktif sebagai pengurus pada Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi). Ia juga sukses membawa PT. Adhya Tirta Batam (ATB) menjadi perusahaan air minum terbaik di Indonesia. Ingin tahu bagaimana pandangan Benny terkait ketahanan air di Batam? Yuk, simak petikan wawancara berikut.

Bagaimana awalnya Anda hijrah ke Kota Batam?

Saya pertama kali ke Batam pada Februari 1990, karena terlibat proyek pengembangan Pelabuhan Batu Ampar tahap satu. Saat itu saya datang sebagai seorang engineer dari salah satu kontraktor nasional, Bangun Cipta Kontraktor (BCK), yang mendapatkan tender proyek tersebut. Awalnya saya tidak pernah terpikir untuk menetap di Batam karena merasa Batam terlalu jauh dari ibukota negara. Apalagi pada tahun 1990-an infrastruktur di Kota Batam juga belum selengkap saat ini.

Setelah proyek Pelabuhan Batu Ampar selesai pada akhir 1991, saya sudah berniat kembali ke Jakarta. Tetapi tiba-tiba saya ditawari untuk mengerjakan proyek Dam Duriangkang. Saya yang memiliki karakter seeking more challenge merasa tertantang untuk terlibat pada proyek tersebut.

Saat itu Dam Duriangkang merupakan satu-satunya dam estuari di Indonesia dan salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Bila umumnya membangun dam dalam kondisi kering, saat membangun Dam Duriangkang kondisinya berair karena memang membendung cekungan yang berbatasan dengan laut. Kondisinya tidak mudah dan perlu rekayasa engineering khusus.

Pembangunan Dam Duriangkang dimulai tahun 1992 dan selesai tahun 1996. Pembangunan tersebut memang memakan waktu beberapa tahun karena tuntutan dari proyek tersebut yang memerlukan jeda waktu. Saat El Nino melanda Batam pada akhir 1997 hingga 1998, Dam Duriangkang yang berasal dari air laut, airnya telah menjadi tawar dan sudah mulai digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih Pulau Batam.

Beragam tantangan saat membangun Dam Duriangkang, tanpa terasa membuat saya mulai menetap di Batam. Apalagi saya juga kemudian mengerjakan proyek Swage Treatment Plant (STP) Batamindo dan STP Lobam. Selain itu, kepercayaan yang diberikan perusahaan ke saya juga semakin bertambah sehingga tantangan juga semakin meningkat. Awalnya saya hanya sebagai site engineer, kemudian meningkat menjadi deputy project manager, project manager, hingga akhirnya pada tahun 1995 saya menjadi Kepala Cabang BCK Batam.

[caption caption="Dok: Benny/Benny Andrianto saat mewakili Perpamsi menandatangani perjanjian dengan Perusahaan Air Minum Korea Selatan beberapa waktu lalu."]

[/caption]

Bagaimana akhirnya bisa berkarir di bidang air minum?

Saat menjabat sebagai Kepala Cabang BCK Batam saya ditawari untuk menjadi Direksi PT. Adhya Tirta Batam (ATB). Kebetulan BCK merupakan salah satu pemegang saham ATB. Awalnya saya ragu dan sempat terpikir, dengan latar belakang pendidikan dari Teknik Sipil Bidang Kontruksi, apakah saya bisa memberi nilai tambah untuk sebuah perusahaan air. Akhirnya karena satu dan lain hal, saya menerima juga tawaran tersebut. Saya resmi bergabung di ATB pada Juni 2000.

Sebelum bergabung di ATB saya sempat menyangka, bergabung di perusahaan air minum tidak akan banyak menemukan tantangan, tetapi ternyata dugaan saya salah. Setelah menjadi bagian dari ATB, tantangan di bidang air minum ternyata banyak dan cukup complicated.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline