Lihat ke Halaman Asli

Cucuk Espe

pecinta seni yang menulis

[Esainolog]: Jika Aku Jadi Presiden...

Diperbarui: 5 Oktober 2017   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUMBER: myspace.com

 Indonesia negeri yang kaya rasa. Mulai rasa asem, manis, pahit, getir, teraduk dalam Bhineka Tunggal Ika. Tetapi sayang, kini rasa itu telah 'dijual terpisah'. Ada yang menggemari rasa asem saja, pahit saja, juga ada yang fanatik dengan rasa getir. Akibatnya Bhineka Tunggal Ika tinggal kenangan tertulis yang dicengkeram Burung Garuda. Entah sampai kapan...

 Saya pernah berandai-andai jadi presiden. Bukan soal presiden adalah jabatan mentereng yang akrab dengan sirine, pasukan pengawal, dan segala kemudahan 'layanan hidup' lainnya. Tetapi Indonesia masa depan memang membutuhkan banyak 'orang gila' agar tetap eksis dalam peta dunia. Paling tidak, anak-anak kita akan bangga jika membuka atlas dan mengetahui, mereka tinggal di Indonesia.

Oleh karena itu, jika aku menjadi presiden --ini bagian dari niat gila---maka ada beberapa hal yang harus dilakukan. Sekaligus banyak hal pula yang harus dikooptasi demi mengembalikan negara ini sebagai institusi yang melindungi hajat hidup warganya. Baik hajat kecil maupun hajat besar, serta hajat apapun!

Pertama;

Fusi antar partai politik mutlak harus dilakukan. Bukan saya penggemar gaya Orde Baru, tetapi semakin banyak partai maka demokrasi menjadi clometan. Kedewasaan berdemokrasi bukan diukur dari kebebasan mendirikan parpol, ormas, atau apapun namanya. Karena kedewasaan itu diukur dari kemampuan seseorang memahami keberagaman, menerima, dan menghayati sehingga menjadi sikap hidup dalam memandang negara.

Kedua:

 Kegiatan ekonomi harus berorientasi kepada rakyat. Kebijakan ekonomi harus satu komando agar para tengkulak, pengijon, atau pemodal (yang tak bertanggung jawab) tidak mempermainkan potensi ekonomis bangsa ini. Jangan sampai kebijakan belang bonteng, bagus ditataran pidato tapi buruk di tingkat pelaksanaan. BUMR atau Badan Usaha Milik Rakyat harus dihidupkan.

Ketiga;

 Terkait persoalan sosial budaya, maka pendidikan menjadi kunci utama. Ide pendidikan gratis memang bagus. Tetapi ibarat 'mau kualitas bagus kok gratis!'. Akhirnya, muncul beragam 'permainan' dalam dunia pendidikan nasional. Di sisi lain, pendidikan nasional kita masih menggunakan setrategi gado-gado maka tak heran jika menghasilkan generasi yang campur aduk. Sejatinya, sejak dini anak harus dieksplorasi bakat, minat, dan serta visi hidupnya. Dengan demikian, seseorang akan menjadi ahli di bidangnya masing-masing. Bukan seperti saya, pendidikan hanya melahirkan generasi dengan kemampuan general yang dangkal, tapi sok pinter...(kayak saya??!!

Keempat;

Lagi-lagi, jika rakyat merasa aman maka hidup jadi enjoy. Bekerja lebih kreatif dan mampu sejahtera serta mandiri. Peran aparat keamanan menjadi penting. Namun tak jarang, aparat justru menakuti rakyat dengan alasan keamanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline