Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Zulfadli

TERVERIFIKASI

Catatan Ringan

Review Novel Namaku Alam

Diperbarui: 2 Juli 2024   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokumen pribadi)

Leila S Chudori pencerita seru, bahasanya lincah, menyentuh, dan humor cerdas. Ia kembali menerbitkan novel terbaru berjudul Namaku Alam, yang rilis pada akhir 2023.

Leila menyusun novel setebal 450 halaman ini menjadi dua bagian besar, yang ia beri nama Kuning Jingga dan Merah Kesumba, dalam dua bagian diturunkan sebanyak 12 bab.

Namaku Alam ditarik-spin-off (bukan sekuel) dari novel Leila sebelumnya, Pulang (2012), yang berkisah para eksil politik di Paris yang tak bisa pulang ke Indonesia sejak peristiwa 1965. Renacananya akan ada jilid kedua Namaku Alam, sehingga menjadi Tetralogi Leila dalam satu peristiwa: 1965 dan setelahnya.

Jika kita ingat membaca Pulang, Alam adalah anak kandung dari Hananto Prawiro dengan Ratna Surti Anandari, wartawan Berita Nusantara, yang dituduh berafiliasi dengan organisasi terlarang PKI. Hananto ditangkap pada 1968 dari persembunyian selama tiga tahun di Cahaya Foto, Jalan Sabang. Ia kemudian dieksekusi mati tanpa proses peradilan, pada 18 Mei 1970, saat Alam berusia 5 tahun.

Bersama ibu dan dua kakak Bunga Kenanga (dalam novel Yu Kenanga) dan Bening Bulan (Yu Bulan), mereka adalah satu keluarga yang harus senantiasa diawasi dan diancam karena dinilai tidak "bersih lingkungan', mereka marah pada stigma yang absurd. Mereka keluarga yang menghadapi rintangan hidup dalam negara Indonesia yang dipimpin otoritarian Orde Baru.

Selain Alam, tokoh sentral adalah Yu Kenanga dan Yu Bulan. Mereka tumbuh dari bocah, remaja, dewasa bertemu dengan beberapa orang, dari berbagai latar belakang, ideologi, dan prinsip.

Alam, contohnya, tidak pernah bisa cocok dengan Irwan, sepupunya, karena pola pikir dan pola sikap yang sangat berbeda. Justru dengan Bimo Nugroho, yang juga anak kawan ayahnya ia menemukan sahabat sejati, begitu dekat hati dan pemikirannya.

Mereka berdua membaca, mendiskusikan, dan memperlakukan buku sebagai bagian hidup. Menulis sebagai belajar menahan diri dan menghadang kemarahan. Alam dan Bimo mengadu layangan, gemar bermain catur, dan tak suka permainan monopoli yang kapitalis dan membuat orang menjadi serakah.

Jika Bimo seorang pelukis sketsa berbakat, Alam adalah tipe manusia yang punya photograpic memory, yakni kemampuan menyerap, mengingat, dan menjelaskan setiap kalimat yang dibaca, setiap visual, foto, gambar, yang pernah dilihat dan dialami. Baik atau buruk, senang atau sedih. Entah ini bakat atau kutukan, Alam semacam ensiklopedia berjalan.

Kemudian mereka bertemu dengan orang-orang dengan karakter-karakter yang kuat dalam perjalanan hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline