Piala Dunia 2014 edisi ke-20 digelar di Brasil, negara dengan budaya sepak bola yang sudah mendarah daging bagi setiap masyarakatnya.
Selecao difavoritkan meraih trofi Piala Dunia ke-6, bukan hanya karena mereka berstatus tuan rumah, bukan juga hanya karena dilatih oleh pelatih berpengalaman, Felipe Scolarie. Brasil memiliki materi pemain dengan talenta-talenta tinggi.
Pada mulanya, deretan pertandingan awal membuktikan bahwa Brasil adalah Piala Dunia paling kejam bagi tim Eropa. Lihat saja, lebih dari separuh wakil Eropa rontok sebelum babak 16 besar. Tak tanggung-tanggung, Spanyol, juara bertahan tampil memalukan dan sangat menderita. La Furia Roja hancur dicabik-cabik oleh pasukan "Oranye" Belanda, 1-5.
Italia dan Inggris dengan gemerlap liganya, pulang membawa luka dari grup yang sama. Dua raksasa juara dunia itu takluk dari negara kurcaci Kosta Rika. Portugal juga melempem meski diperkuat Cristiano Ronaldo, pemenang Ballon d'Or 2013 yang mewujudkan gelar decima bagi Real Madrid. Superstar hanya membuat sebiji gol, kalah bersaing dengan rival, Jerman dan Amerika Serikat, di penyisihan.
Namun tak ada tim paling menderita selain tuan rumah Brasil. Dua kali menjadi tuan rumah, dua kali pula seluruh orang Brasil merasakan kehancuran dan menanggung aib dalam waktu yang sangat panjang.
Tragedi Maracanazo yang terus menghantui selama 64 tahun mungkin bisa ditutup dan mulai dilupakan, namun ironisnya tragedi itu digantikan dengan bencana sepak bola paling kelam bagi negara pemegang lima Piala Dunia. Orang akan menyebutnya Mineirazo, merujuk kota kekalahan telak 1-7 dari Jerman di semifinal.
Tentu Mineirazo akan terus melukai seluruh Brasil dalam waktu yang sangat panjang.
"Jangan pernah lagi ada Piala Dunia di Brasil", begitu kata banyak penduduk Brasil.
Final Klasik
Jerman versus Argentina adalah sebuah final klasik yang sangat dinanti-nantikan. Ambisi, gengsi, prestise, dan mungkin saja dendam sudah mengawali duel bersejarah di Rio de Jeneiro sebelum pertarungan itu berlangsung.
Ini final yang sama persis dengan Piala Dunia 1986 dan 1990. Dua laga puncak dengan dua drama berbeda itu begitu mudah diingat penggemar sepak bola karena aktor utamanya adalah Diego Armando Maradona.