Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Zulfadli

TERVERIFIKASI

Catatan Ringan

Ode untuk Lin Dan

Diperbarui: 7 Juli 2020   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Legenda bulu tangkis China, Lin Dan, resmi mengumumkan dirinya gantung raket pada Sabtu (4/7/2020) (AFP PHOTO/WANG ZHAO via KOMPAS.com)

Sebagai orang Indonesia pada umumnya, saya menggemari dua cabang olahraga terpopuler: sepak bola dan bulutangkis.

Sejak saya menjadi penggemar badminton pada akhir 1980-an, China selalu menjadi rival utama dengan kekuatan besarnya. Setelah China ada Malaysia, Korea Selatan, dan Denmark. Belakangan Jepang menjadi kekuatan baru.

Dari puluhan pemain tunggal putra China yang pernah saya amati tiga dekade, hanya dua pemain yang paling menakutkan: Zhao Jianhua dan Lin Dan. Keduanya kebetulan pemain kidal, yang menjadi monster pembunuh bagi pemain Indonesia pada generasi berbeda.

Zhao Jianhua menggantikan pemain seniornya Han Jian dan Yang Yang. Zhao Jianhua adalah juara All England 1985 (usianya saat itu 20 tahun) dan kemudian juara lagi pada 1990.

Ia juga merupakan juara dunia 1991, dan meraih dua medali emas pada Asian Games 1986 dan 1990. Gelar perorangan dilengkapi dengan mengantar China menjuarai Piala Thomas pada tahun 1988 dan 1990.

Jianhua adalah fenomenal dan senantiasa meneror. Ia antagonis pertama saya sebagai penggemar badminton.

Pemain andalan Indonesia seperti Alan Budikusumah dan Joko Suprianto hampir tak pernah bisa mengalahkan Jianhua. Hanya Ardy Wiranata dan Hendrawan Susanto yang bisa beberapa kali mengalahkan Jianhua, itupun rekor head-to-head Jianhua masih unggul.

Tapi satu kekalahan Jianhua yang manis dan tak terlupakan bagi saya adalah di Olimpiade Barcelona 1992. Saat itu Jianhua merupakan kandidat terkuat sebagai unggulan pertama memenangkan medali emas pertama Olimpiade nomor tunggal putra.

Namun di perempat final, 'monster' Jianhua ditumbangkan oleh Hermawan Susanto. Kemenangan besar Hermawan yang berdampak luas, melapangkan tiga pemain Indonesia menguasai podium juara: Alan Budikusumah (Emas), Ardy B Wiranata (Perak), dan Hermawan Susanto (Perunggu).

Saya terharu saat menyaksikan lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang mengiringi tiga bendera merah-putih berkibar di Pavello de la Mar Bella, Barcelona, pada 4 Agustus 1992.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline