Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Zulfadli

TERVERIFIKASI

Catatan Ringan

The Death of Expertise; Ketika Google Benar dan Pakar Salah

Diperbarui: 3 Desember 2019   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Matinya Kepakaran, The Death of Expertise, dokumen pribadi.

Buku Matinya Kepakaran, The Death of Expertise, Perlawanan terhadap Pengetahuan yang telah Mapan  dan Mudaratnya. Tom Nichols menulis buku yang aktual, dan orisinil. Dengan cerdas, profesor U. S Naval War College dan Harvard Extension School, menunjukkan bagaimana revolusi digital, media sosial, dan internet, sebenarnya hanya memenuhi hasrat heroik, menarik dorongan narsisme yang kuat pada banyak orang.

****

Kita semua memiliki bias konfirmasi, yaitu cenderung hanya menerima bukti yang mendukung hal yang sudah kita percayai. Kita lebih mencari konfirmasi ketimbang informasi. Ini yang disebut Efek Dunning-Kruger. Otak kita memang sudah tersambung untuk bekerja dengan cara demikian.

Kita sesungguhnya berada pada masa yang sangat berbahaya. Begitu banyak orang memiliki begitu banyak akses ke begitu banyak pengetahuan, tapi sangat enggan mempelajari apa pun, termasuk gejala menolak saran para pakar.

Di era internet, kepakaran sepertinya sudah tak diperlukan. Ketika kita harus mencari tahu tentang sesuatu, kita tak lagi berkonsultasi ke ahli/pakar sebagai sumber terbaik yang dapat kita temukan. Posisi pakar yang dulu di puncak piramida keahlian, sekarang dianggap sejajar dengan orang awam. Timbul keyakinan tidak rasional bahwa semua orang sama pintarnya.

Internet, menurut hipotesis Tom Nichols, justru memperlemah kemampuan orang, termasuk intelektual dalam melakukan penelitian dasar (hlm. 132).

Pendidikan yang lebih baik, peningkatan akses ke data, dan semakin mudahnya arena publik dimasuki, seharusnya meningkatkan kemampuan kita dalam berpikir dan mengambil keputusan. Menurut Tom Nichols, sebaliknya, semuanya menjadi lebih buruk.

Tom memotret dengan baik fenomena runtuhnya standar penilaian ilmiah. Euforia media sosial yang memengaruhi hidup kita ditandai dengan ketidakmampuan kolektif untuk membedakan antara yang informatif dan spekulatif; yang proporsional dan yang berlebihan; bohong dan fakta.

Sulit membantah kenyataan bahwa kebanyakan orang awam tidak lagi mampu melihat perbedaan antara informasi sungguhan dan apa pun yang dilontarkan mesin pencari semacam google. Semua orang bisa dan bebas menyebarluaskan jauh lebih cepat dan bertahan lebih lama. Dan jika informasi itu hoaks, sangat berbahaya.

Parahnya, pihak-pihak yang seharusnya berperan menjadi penengah di antara semua 'kerusuhan' ini, seperti perguruan tinggi, pers, hingga pakar intelektual itu sendiri justru ikut terseret masuk ke dalam pusaran, menjadi bagian yang memberi andil runtuhnya otoritas keilmuan.

Kepakaran itu diraih melalui proses panjang pendidikan, pelatihan, praktik, pengalaman, dan pengakuan orang lain di dalam bidang yang sama. Tidak ada cara cepat untuk mengembangkan keahlian: dibutuhkan waktu, latihan, dan saran dari ahli yg lebih berpengalaman. Ilmuwan, melakukan percobaan berulang-ulang dan kemudian menyerahkan temuan mereka kepada orang lain dalam proses yang disebut peer-review (tinjauan sejawat).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline