Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Zulfadli

TERVERIFIKASI

Catatan Ringan

Piala Dunia 2002, Ronaldo Si Kuncung dan Si Mata Sayu dari Ekuador (Kilas Balik-3)

Diperbarui: 12 Juni 2018   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber foto: fifa.com/worldcup/matches/)

Inilah Piala Dunia pertama di abad-21, pertama kali diselenggarakan di benua Asia dengan dua tuan rumah bersama : Korea Selatan dan Jepang.

Satu hal yang saya sukai Piala Dunia ini adalah dapat menyaksikan pertandingan di siang hari, waktu petang, dan awal malam. 

Jika tak salah pertandingan pertama dimulai pukul 12 siang. Jadi kita penduduk Indonesia tak perlu begadang. Sesuatu yang baru, selama ini kita hanya bisa menyaksikan sepak bola kelas dunia pada jauh-malam hingga dinihari karena digelar di belahan benua Eropa dan Amerika. Sekarang gantianlah, masyarakat Eropa dan Amerika yang mesti gantian begadang.

Dengan pertandingan berlangsung di tengah jam kerja masyarakat Indonesia, nuansa Piala Dunia Korea-Jepang benar-benar berbeda. 

Diberitakan beberapa agenda dan rapat-rapat rutin, baik pemerintah maupun swasta yang sudah terjadwal, mesti ditunda dulu jika bersamaan dengan pertandingan Piala Dunia yang melibatkan negara-negara unggulan..

Piala Dunia 2002 juga bertepatan dengan agenda ujian final semester bagi mayoritas mahasiswa, termasuk saya. Saya mesti mensiasati bagaimana tetap bisa menghadapi ujian dengan baik tanpa terlewatkan laga Piala Dunia. 

Beberapa waktu saya menyaksikan di kampus bersama civitas akademik penggemar bal-balan. Mahasiswa, dosen, staf, pimpinan, hingga petugas keamanan kampus, semuanya riuh dalam pesta sepak bola, walau bukan mendukung Timnas Indonesia.

Kembali ke turnamen, momen apa yang paling dikenang di perhelatan Piala Dunia 2002?

Menurut saya pribadi, sebenarnya secara kualitas, Piala Dunia 2002 tak sebaik Piala Dunia 1998. Banyak pertandingan berjalan tanpa klimaks, jauh dari ekspektasi. 

Hal ini diyakini pemain-pemain terbaik tidak tampil maksimal karena fisiknya sudah terkuras di kompetisi domestik dan juga Liga Champions (waktu itu format Liga Champions menggunakan dua tahap fase grup sebelum fase knock out-perempat final). 

Paling kentara adalah Zinedine Zidane, harus dipaksa bertanding meski mengalami cedera paha, alhasil juara bertahan Perancis angkat koper paling awal. Les Bleus tak meraih satu kemenangan pun dan lebih parahnya tak sanggup membuat sebiji gol dari tiga laga yang mereka mainkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline