Jika berbicara sepak bola Perancis, barangkali ada dua sosok pesepak bola yang mendapat tempat paling utama. Michel Platini dan Zinedine Zidane.
Platini berjaya di era 80-an dengan mengantar gelar perdana Perancis di turnamen mayor, Piala Eropa 1984. Kiprahnya di tiga Piala Dunia (1978, 1982, 1986) juga cemerlang meski tak beroleh trofi, dua kali menembus semifinal. Sejak tahun 2007, Platini menduduki presiden UEFA, otoritas sepak bola benua Eropa.
Saat menjadi tuan rumah tahun 1998, Perancis menjadi juara dunia pertama kali lewat aksi fenomenal Zidane. Perancis masuk club 7, negara yang pernah menjuarai Piala Dunia. Berlanjut menyandingkan gelar Piala Eropa dua tahun kemudian. Itulah sejarah termanis sepak bola Perancis.
Piala Dunia 1998
Barangkali banyak yang sudah lupa, orang Perancis yang pertama mengangkat trofi emas mahakarya seniman Italia, Silvio Ganzzaniga, bukanlah Zizou-panggilan Zinedine Zidane, tetapi Didier Deschamps, sang kapten, pemimpin sejati Les Bleus di kedua event akbar yang dimenangkan tersebut.
Deschamps memperkuat Perancis sebanyak 103 kali dengan 4 gol dicetaknya. Namun dia hanya tampil pada satu Piala Dunia, ya saat jadi tuan rumah tersebut. Dia sempat kecewa berat ketika secara mengenaskan gagal membawa Perancis lolos ke Piala Dunia di AS 1994. Namun tragedi Paris ‘93 itu terbayar dengan indahnya menjadi juara Piala Dunia.
Perancis diunggulkan bukan hanya karena berstatus tuan rumah, namun materi pemainnya sangat berkualitas dan mumpuni, terutama di lini belakang dan lini tengah. Fabien Barthez adalah kiper dengan reaksi di atas rata-rata, tepat dalam mengambil keputusan, serta tenang bila beruel satu lawan satu dengan penyerang lawan. Di depan Bartez, berdiri kuartet lini pertahanan terbaik pada jamannya: Lilian Thuram, Marcel Desaily, Laurent Blanc, dan Bixente Lizarazu.
Lini tengah menjadi nyawa utama Perancis. Deschamps berposisi gelandang bertahan yang menghubungkan lini belakang dan lini depan, jangkar yang bertanggung jawab pada keseimbangan. Peran ini sangat sukses dijalankan Deschamps lewat visi bermain yang kuat, tenang, lugas, dan stamina prima. Bersama Emanuel Petit, Christan Carembeu, Youry Djorkaeff,serta maestro Zizou, saling bahu-membahu menggalang dan membangun serangan, meski saat itu Perancis sedang krisis striker tajam.
Sepanjang turnamen Deschamps adalah kapten dalam 6 pertandingan yang dilakoni Prenacis. Satu laga yang sudah tak berpengaruh di penyisihan grup melawan Denmark, ia sengaja disimpan. Pada 6 pertandingan yang dijalani, termasuk dari babak perdelapan final sampai final berurutan melawan Paraguay, Italia, Krosia, dan Brasil, semuanya berakhir dengan kemenangan.
Meski menyandang sebagai kapten tim yang berperan besar dalam memenangi seluruh pertandingan, Deschamps kerap dilupakan, jarang menjadi headline atau porsi lebih dalam pemberitaan. Semua berita dan puja-puji dari tim Perancis terfokus pada Zizou. Atau pencetak gol bagi Perancis yang silih berganti. Deschamps tak mencetak satu pun gol, memang.
Namun Deschamps tak ambil pusing dengan segala reputasi dan ketenaran, dia tetap fokus pada tugasnya sebagai pemimpin rekan-rekannya di lapangan. Ini sungguh berat, mengorganisir pemain-pemain Perancis yang berasal dari berbagai ras dengan status pemain bintang di klub-klub elite Eropa. Nyatanya mereka sangat kompak dengan semangat juang dan ketangguhan mental bertarung habis-habisan. Mereka semua bangga dan merasa terhormat mengenakan kostum biru berlambang Ayam Jantan di dada sebelah kiri.
Tak bisa kita bantah, sukses besar Les Bleus, membuktikan bahwa aura Deschamps sebagai kapten yang sangat berwibawa dan dihormati.
Piala Dunia 2014
Credits : FIFA.com
Tiga Piala Dunia setelah Perancis menjadi juara, Deschamps tak ada dalam skuad, baik sebagai pemain maupun jajaran pelatih. Ia nyaris tak pernah di-publish di tengah gemuruh Piala Dunia. Orang tetap hanya sibuk berbicara Zizou jika berbicara Perancis di Piala Dunia.
Deschamps gantung sepatu pada tahun 2001 tanpa seremoni meriah. Tahun itu, dia memulai karier kepelatihan di klub Monaco, yang dibawanya bersinar menjadi juara Liga, dan pada tahun berikutnya membawa Monaco menjadi runner-up Liga Champion, setelah dikalahkan Porto yang dilatih Jose Mourinho.
Tantangan kariernya berlanjut pada klub yang membesarkan namanya, Juventus. Klub kota Turin ini mesti dihukum ke Seri-B akibat skandal calciopoli. Di tahun pertama, Juventus berhasil kembali naik kasta. Namun Deschamps juga langsung hengkang karena berseteru dengan elit Juventus. Sejak tahun 2009 hingga 2012, Deschamps membesut klub Marseille, pun menjadi juara Liga-One. Deretan kesuksesan bersama klub, membuat Federasi Perancis, FFF, tak punya pilihan sosok untuk menangani Perancis, selain Deschamps.
Deschamps pertama kali melatih Perancis menggantikan koleganya, Laurent Blanc, persis usai Piala Eropa 2012, yang kala itu kembali dilanda konflik internal. Blanc ternyata belum sepenuhnya bisa mengatasi penyakit mental pemainnya yang sudah menjadi warisan pelatih Raymond Domenech.
Di bawah Deschamps, perlahan namun pasti, Perancis terus berbenah. Tantangan terberat Deschamps adalah memaksimalkan talenta-talenta yang tak pernah habis di negara Perancis. Deschamps sangat kuat memegang prinsip kedisiplinan demi kesatuan tim. Ia sangat menyukai permainan kolektif. Dan yang paling penting adalah Didier Deschamps sangat dihormati para pemainnya, piawai memotivasi pemain untuk mengeluarkan permainan terbaiknya. Ini karakter yang sudah lama hilang dari tim Perancis. Tak ada sosok anutan yang berwibawa menjadi pemersatu.
Meski mengalami peningkatan, Perancis sempat mengalami kritis sebelum lolos ke Brasil 2014. Kalah bersaing dengan Spanyol di kualifikasi, Perancis harus menjalani babak play-off melawan Ukraina. Kalah 0-2 pada laga tandang di Kiev. Hingga akhirnya keajaiban Paris terjadi, Perancis memukul balik Ukraina 3-0, dan memastikan satu tiket.
****
Di Brasil, Perancis melenggang ke fase 16 besar relatif mulus. Permainan yang ditampilkan di tiga laga sangat dinamis dan menunjukkan kekompakan luar biasa. Tidak ada seorang pemain yang menonjol. Semua bersatu demi mimpi baru.
Banyak yang percaya, jika ada variabel yang menguntungkan Perancis di Piala Dunia 2014, maka tak lain adalah sosok Didier Deschamps. Pelatih berusia 45 tahun ini selalu dinaungi keberkahan serta keajaiban, di balik sosoknya yang sunyi, sebagaimana ketika menjadi kapten juara yang tidak populer.
Tak banyak berita yang mengulas seberapa besar kans Deschamps menyejajarkan diri dengan Franz Beckenbaeur. Kapten sekaligus pelatih tim juara dunia.
Salam pildun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H