Lihat ke Halaman Asli

Andi Kurniawan

Penulis buku Wajah Kota, Wajah Kita (kumpulan artikel koran) dan Dari Soeharto hingga Raisa (kumpulan artikel Kompasiana)

Dua Sisi Gelap Pinjol

Diperbarui: 16 Oktober 2023   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumen Pribadi, 2023

Publik sudah mahfum bahwa pinjaman online adalah salah satu cara untuk mendapatkan pinjaman uang secara 'mudah'. Cara ini cukup praktis karena berbasis online dan tidak perlu memberikan jaminan sebagaimana misalnya di pegadaian. 

Meskipun demikian, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi peminjam yang sebagian besar adalah konfirmasi data diri (KTP), data keuangan (rekening bank, NPWP, slip gaji), dan tujuan peminjaman (lihat persyaratan di sini). 

Persyaratan tersebut sesungguhnya merupakan penyaringan agar pinjaman dipergunakan secara benar dan tidak akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari. 

Yang sering kita dengar adalah adanya kasus-kasus pinjol yang gagal bayar yang akhirnya menimbulkan akibat ikutan yang memiriskan. Jamak kita dengar orang-orang yang terjerat pinjol hingga akhirnya bunuh diri (lihat beritanya di sini, sini dan sini).

Sesungguhnya fenomena gagal bayar pinjaman online ini salah satunya karena tidak mempertimbangkan prosentase pinjaman dibandingkan pendapatan sehingga pengguna jasa kesulitan untuk mengembalikan pinjaman sesuai dengan ketentuan. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur berbagai syarat tersebut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). 

Dalam aturan tersebut tercantum berbagai hal terkait dengan Ketentuan Umum, Penyelenggaraan, Pengguna Jasa LPMUBTI, Perjanjian, Mitigasi Risiko, Tata Kelola Sistem TI, Edukasi dan Perlindungan Pengguna LPMUBTI, Tanda Tangan Elektronik, Prinsip dan Teknis Pengenalan Nasabah, Larangan, Laporan Berkala, Sanksi, Ketentuan Lain, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Apabila dicermati, pengaturan tersebut lebih menekankan pengaturan kepada perusahaan pemberi pinjaman online, namun kurang memberikan pengaturan dan edukasi kepada pengguna. 

Peraturan tersebut juga terkesan memberi kebebasan yang luas kepada pemberi pinjaman online terutama terkait dengan besaran bunga yang tidak diatur secara eksplisit. 

Mekanisme penetapan bunga, besaran pinjaman, jangka waktu pembayaran dan penggunaan dana diatur secara mandiri antara perusahaan peminjam dan pengguna layanan, selayaknya mekanisme business to business (B2B). Padahal skema pinjaman ini sebagian besar adalah business to private (B2P) yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan skema B2B. 

Para peminjam pribadi tidak selalu memiliki latar belakang pengetahuan dan rencana keuangan yang cukup jelas ke depan. Motivasi utama dalam meminjam sebagian adalah untuk keperluan sehari-hari yang tidak produktif yang nantinya akan habis, bukan kegiatan produktif yang kemudian mampu menghasilkan keuntungan untuk membayar pinjaman. 

Tak heran kemudian banyak ditemui fenomena gagal bayar yang akhirnya berdampak pada berbagai permasalahan sosial di masayarakat. Hal ini yang selayaknya menjadi perhatian pihak terkait, dalam hal ini OJK sehingga dampak yang muncul dapat dimitigasi dengan baik. Salah satu yang mungkin dapat dilakukan adalah pengaturan tingkat suku bunga dan besaran pinjaman dibandingkan pendapatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline