Bulan Ramadhan bukan hanya bulan untuk meningkatkan ibadah vertikal kepada yang di Atas dengan berbagai ibadah mahdhoh seperti puasa dan sholat malam, namun juga membuka peluang besar untuk meningkatkan ibadah horisontal kepada sesama dalam bentuk berbagai pertemuan dan silaturrahim. Berbagai ibadah tersebut seakan menemukan momentumnya dengan keinginan untuk memperlakukan saat-saat penting dalam berpuasa secara istimewa, misalnya saat berbuka menjadi momentum silaturrahim. Buka bersama menjadi ajang silaturrahim untuk mempererat persaudaraan dan persahabatan yang selama ini sudah terjalin, atau menyambungkan lagi ikatan yang dahulu pernah terjadi, misalnya pada alumni berbagai sekolah pada berbagai jenjang tingkatan.
Grup alumni sekolah kamipun tidak mau kalah. Grup alumni yang baru berbentuk beberapa minggu lalu, sehingga sedang terasa hangat-hangatnya itu mempersatukan para alumni SD Bantul III Yogyakarta lulusan tahun 1985. Dengan demikian sudah 30 tahun kami semua terpisahkan dengan berbagai kesibukan, yang ternyata telah menyita sedemikian banyak waktu tanpa memberi banyak porsi bagi kami untuk saling bertemu dan berkomunikasi. Yang ada kemudian adalah keharuan, juga rasa rindu untuk merasakan berbagai hal yang pernah terjadi pada masa-masa itu (lihat tulisan ini dan ini). Mungkin ini memang sudah saatnya terjadi, ketika usia-usia kami sudah memasuki kepala 4, sehingga berbagai kerepotan terhadap permasalahan dasar seperti mencari kerja, menikah, mengurus anak, membangun rumah dan sebagainya sudah mulai teratasi, kami serasa memiliki kerinduan-kerinduan terhadap apa yang pernah dirasakan di masa lalu. Maka pencarian-pencarian kepada berbagai memori yang pernah terjadi itu ternyata tidak pernah berhenti.
Banyak cerita dalam grup WA bagaimana teman-teman saling mencari melalui akun sosial maupun berbagai informasi lain, sehingga akhirnya kami dapat terkumpul dalam grup WA yang menyambungkan kembali silaturrahim yang sekian lama terputus itu. Dan Senin kemarin, kami saling berjanji untuk mendekatkan lagi silaturrahim itu dalam bentuk buka bersama. Beberapa teman yang masih berada di Bantul dan sekitarnya, termasuk Sleman, Yogyakarta, Gunungkidul dan Boyolali menyempatkan diri untuk hadir. Sungguh sebuah semangat yang mengharukan melihat bagaimana mereka meluangkan waktu untuk bersilaturrhim kembali. Saya sendiri, setelah menyampaikan Insya Allah bisa hadir, akhirnya harus turun status menjadi tentatif karena istri harus mengikuti rapat di kantornya hingga sore bahkan malam. Akhirnya saya benar-benar tidak dapat hadir dalam acara tersebut, dengan beribu maaf dengan teman-teman yang telah begitu bersemangat mempersiapkan pertemuan tersebut. Sebagai permohonan maaf, saya menyampaikan beberapa batang coklat yang saya tulisi pesan.
Coklat tersebut kemudian saya sampaikan kepada seorang teman SD yang kebetulan kantornya ibaratnya hanya sepelemparan dari kantor. Ironis mengingat bahwa kamipun selama ini seolah tidak memiliki niat untuk bertemu, dengan kedekatan tersebut. Bahkan seingat saya, pertemuan terakhir dengan teman yang terkenal pintar sejak SD itu, terjadi ketika awal-awal kuliah, ketika kami kuliah di kampus yang sama walaupun pada fakultas berbeda. Pertemuan pertama setelah sekian lama itu cukup hangat, dengan berbagai cerita tentang keluarga dan teman-teman. Sempat pula kami berfoto untuk pamer kepada teman-teman di WA, walaupun harus menutup pintu ruangan dahulu. Malu dilihat mahasiswa, katanya hehehe.
Pertemuan sore itupun akhirnya terjadi, dengan saya hanya bisa memantau di grup WA kehangatan yang terjadi, di sela-sela keriuhan mengurusi anak-anak yang seperti tak henti dengan berbagai teriakan dan polah tingkahnya. Beragam foto diunggah di grup yang membuat kami penasaran mencoba mengenali siapa mereka. Banyak dari mereka yang memang telah berubah wajah, walaupun banyak juga yang masih dikenali. Inilah tampilan sebagian kawan-kawan tercinta SD Bantul III pada kesempatan pertemuan pertama setelah banyak dari mereka tidak bertemu setelah 30 tahun itu. Menatap foto itu, terasa ada nuansa kehangatan dan kerinduan yang membuncah.
Menyimak kerinduan-kerinduan terhadap masa lalu yang seringkali datang itu, terasa pas apa yang disampaikan oleh Jalaluddin Rumi, sufi dari Persia itu, yang bukunya sedang saya baca belakangan ini. Kerinduan-kerinduan kepada masa lalu itu karena manusia selalu ingin kembali kepada fitrahnya yang jauh dari berbagai predikat fisik maupun materi. Manusia selalu rindu dengan keapaadaan dirinya, dan itu mencerminkan juga kerinduan dirinya untuk menemukan Sang Pencipta. Dan perjalanan menuju fitrah kemanusiaan itu selayaknya selalu menjadi pengingat sehingga kita akan selalu berada dalam jalan lurusNya. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H