Lihat ke Halaman Asli

Ngakak Membaca Berita Online Ini

Diperbarui: 17 Maret 2016   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umum kita ketahui saat ini media online berkembang jauh lebih pesat dibandingkan media cetak. Perkembangan tersebut bahkan mengakibatkan berhentinya beberapa media 'tua' yang bahkan berusia lebih dari seratus tahun di Amerika. Kita bisa menyebutkan misalnya Washington Post, The New York TImes, Newsweek, dan Reder's Digest. Sebuah berita bahkan menyebutkan bahwa sekitar 40 media cetak di Amerika telah gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan media online (lihat berita ini). Di Indonesia, hal yang sama sepertinya juga telah terjadi. Walaupun penetrasi internet di Indonesia mungkin belum sebesar di Amerika, yang artinya persaingan media online dengan media cetak belum sekeras di sana, toh data menyebutkan bahwa banyak media di Indonesia akhirnya tutup usia. Memang mungkin tidak selalu karena media online hal itu terjadi, karena minat baca di Indonesia semua orang tahu juga di bawah rata-rata, namun setidaknya dapat diprediksikan bahwa hadirnya media online yang didukung oleh internet telah menggerus pasar media cetak. Contoh terakhir adalah tutupnya Harian Sinar Harapan yang telah terbit sejak 1961 pada akhir tahun 2015 (lihat ini).

Keresahan terhadap masa suram media cetak itu bahkan ditulis oleh Bre Redana, salah satu redaktur budaya senior di Kompas dengan sebuah catatan budaya di Kompas Minggu yang bernada liris, judulnya Inikah Senjakala Kami.... Kurangajarnya, tulisan seolah tangisan dari wartawan tua itu malah menjadi olok-olok para anak muda yang memang kurangajar di sini. Bagi mereka, semua itu hanyalah sebuah proses yang semestinya, seperti ketika klise foto yang harus dicuci itu akhirnya musnah diganti oleh foto digital, atau mesin ketik yang digantikan oleh komputer dan kini laptop dan tablet. Sinis memang anak-anak muda itu, yang menurut salah satu teman merupakan ungkapan sakit hati karena dulu banyak artikel yang dikirim ke Kompas ditolak oleh Pak Bre, hahaha, ada-ada saja.

Namun saya ingin menyudahi tulisan mengenai sendyakalaning media cetak itu, karena saya tertarik untuk membahas seperti apa sih kualitas media-media online yang ada saat ini. Secara umum media-media online yang memiliki basis cetak sesungguhnya cukup baik dan berkualitas, misalnya Kompas, Tempo dan Republika. Mungkin mereka memiliki basis pengetahuan jurnalistik yang memadai, sehingga memiliki sense yang cukup kuat dalam penyusunan berita, baik soft maupun hard news. Yang mengkhawatirkan sebenarnya adalah media-media yang tidak punya basis pengetahuan jurnalistik yang memadai, namun karena berkembangnya teknologi dapat dengan mudah menyusun dan menyebarkan berita selayaknya portal media lainnya. Dari berbagai tawaran 'berita' yang berseliweran, misalnya di laman facebook, kadang kita tergoda untuk melongok isi berita-berita itu yang kebanyakan adalah berita ringan dunia hiburan. Namun sebuah 'berita' yang terbaca beberapa waktu yang lalu sungguh membuat saya mengelus dada (saya sendiri) sebelum akhirnya tertawa ngakak dengan mangkel. Inilah 'berita' itu:

[caption caption="Wulan"][/caption]

Dapat dibayangkan apa sebenarnya yang berada di balik otak si penulis 'berita' ketika menulis penjelasan foto anak seorang artis itu. Apakah maksudnya dan sepertinya adalah aura Wulan Guritno hampir seluruhnya diturunkan pada anaknya, atau malahan justru sebaliknya, anak artis itu sama sekali tidak kebagian apa-apa dibandingkan aura sang ibu?

Haha silakan dianalisis dan dipikir mana yang benar, asalkan jangan sambil membayangkan yang bukan-bukan ya :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline