Lihat ke Halaman Asli

Kasus Pencitraan yang Memalukan

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14272445531552118871

Ada adagium yang menyatakan: seseorang dapat membohongi satu orang sepanjang waktu, atau seseorang dapat membohongi semua orang pada satu waktu, tapi tidak ada yang dapat membohongi semua orang sepanjang waktu. Dapat dipahami bahwa pekerjaan berbohong sebenarnya pekerjaan yang sangat sulit, karena harus mengabarkan sebuah fakta yang sebenarnya tidak sama dengan fakta sebenarnya. Namun justru karena itu, pekerjaan ini seringkali malahan menjadi peluang bisnis bagi berbagai pihak yang dianggap memiliki keahlian untuk 'berbohong', mungkin tidak dalam makna harafiahnya, namun dalam arti yang lebih halus, misalnya melakukan branding, memoles citra, meningkatkan nilai sebuah barang maupun orang, yang seringkali mungkin jauh dari nilai dan kapasitas aslinya. Hal iniliah yang menjadi fokus pekerjaan para Public Relation, Biro Iklan, maupun belakangan: Konsultan Politik. Tidak usah disebutkan siapa nama dan lembaga yang pada era Pilkada, Pileg maupun Pilpres yang lalu begitu berkibar dengan dagangannya yang laris seperti kacang goreng.

Namun seperti juga kata pepatah, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Hal itulah yang dapat dipelajari dari praktik memoles citra yang dilakukan di negara tetangga kita Myanmar, sebagaimana berita berikut: Gagal Rekayasa Foto Kegiatan Menteri, Pemerintah Myanmar Dikecam. Dalam berita itu dinyatakan bahwa Pemerintah Myanmar menjadi bahan tertawaan di dunia maya setelah merilis sebuah foto yang telah direkayasa terkait kegiatan seorang menteri di wilayah selatan negeri itu. Dalam foto yang dirilis lewat akun Facebook Kementerian Informasi Myanmar itu nampak jelas bayangan payung terlihat di bawah kaki sang menteri, padahal di foto tersebut tak menampilkan adanya payung di atas kepala sang menteri. Kita dapat melihatnya dalam foto berikut:

[caption id="attachment_374812" align="aligncenter" width="388" caption="Pencitraan yang gagal di Myanmar, sumber: kompas.com"][/caption]

Yang cukup menarik adalah alasan mengapa Pemerintah Myanmar melakukan kegiatan rekayasa foto tersebut. Disebutkan, bahwa hal ini terkait dengan pandangan patrianalistik yang masih sangat kental di negara tersebut, sehingga seorang laki-laki dianggap tidak pantas untuk melayani seorang perempuan, betapapun perempuan itu memegang jabatan yang lebih tinggi. Sungguh saya sebagai laki-laki merasa beruntung kalau hidup di negara tersebut, pasti akan dilayani oleh dayang-dayang, meskipun karir dan kapasitas saya biasa-biasa saja (canda lho, bukan seksis).

Namun saya sebenarnya juga merasa jauh lebih beruntung hidup di negeri ini, karena di sini tidak ada pencitraan-pencitraan serupa yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah di sini siang malam bekerja, bekerja dan bekerja, semua untuk rakyat, untuk cita-cita yang dicanangkan jauh-jauh hari pada masa kampanye. Tidak pernah ada rekayasa media, tidak ada display-display yang menipu rakyat. Tidak penting publikasi, tidak penting pencitraan, semua dilakukan dengan tulus, demi rakyat dan kejayaan negeri ini. Sungguh saya merasa beruntung hidup di negeri semacam ini :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline