Lihat ke Halaman Asli

Pak Presiden, Apakah ini Hanya Sekedar Janji?

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Jokowi menyampaikan bahwa terkait dengan penandatanganan MoU dengan Proton, bukan berarti beliau menomorduakan mobil produksi dalam negeri. Memang agak ironis, ketika industri mobil nasional yang digagas oleh Kementerian Pendidikan Nasional melalui Esemkanya, yang kemudian beliau support ketika menjadi Walikota Solo dan menjadi tonggak penting mendapatkan nama harum di tingkat nasional, pamornya malahan seperti terlupakan, justru ketika beliau mampu menapaki pucuk pimpinan ibukota negara maupun pimpinan nasional.

Menepis ketidakjelasan apakah MoU tersebut untuk membangun mobil nasional Indonesia atau hanya sekedar perjanjian Business to Business, Presiden Jokowi sebagaimana diberitakan Kompas.com Selasa, 10 Februari 2015 | 05:52 WIB, menyatakan bahwa Kalau Mau Bicara Mobil Nasional, Saya Akan Bicara Esemka. Benarkah pernyataan tersebut? Jawaban seorang presiden semestinya didukung oleh data dan dokumen yang sahih. Jawaban tersebut secara tersirat menyampaikan bahwa:

1. Indonesia akan memiliki program mobil nasional,

2. Mobil nasional yang akan dikembangkan adalah Esemka.

Kedua jawaban tersebut memiliki kandungan permasalahan tersendiri, yang memerlukan dukungan data dan kajian kebijakan yang serius. Pernyataan nomor 1, benarkah kita saat ini akan memiliki mobil nasional? Tentu kita dapat cek dalam rencana pembangunan pemerintah, setidaknya dalam lingkup 5 tahun ke depan. Sejauh yag dapat dibaca dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2014 - 2019 yang dapat diunduh dari website Bappenas (lihat link berikut), tidak tersebut satu katapun mengenai rencana pengembangan mobil nasional. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa rancangan teknokratik tersebut disusun oleh Bappenas periode Presiden SBY sebagai bahan bagi pemerintahan berikutnya menyusun RPJM yang sesungguhnya, sehingga materinya mungkin masih dapat berubah dengan perubahan pandangan  dan kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi - JK.

Kalaupun dokumen kemudian berubah dengan mencantumkan perencanaan pengembangan mobil nasional, setidaknya terdapat road map dan tata waktu implementasinya, yang hingga saat ini tidak pernah bergaung sama sekali. Pengembangan mobil nasional juga perlu memperhitungkan peluang dan tantangan karena harus memperhatikan peta industri mobil baik regional maupun global. Kalau memang serius mengembangkan mobil nasional tentunya harus siap bersaing, dan bukan menyiapkan pasar Indonesia sebagai pasar yang gemuk buat industri mobil luar negeri yang semakin membanjir. Pendeknya, kita harus benar-benar siap berlaku sebagai produsen, bukan lagi konsumen, sebuah perubahan perilaku yang cukup berat bagi kita, yang masih suka memakai dan membanggakan produk-produk luar negeri ini.

Pernyataan kedua juga meninggalkan banyak pertanyaan, mengapa Esemka yang dipilih, apakah paling layak dibandingkan berbagai prototype yang sudah dikembangkan berbagai industri dan institusi penelitian di Indonesia, seperti PT. Inka, LIPI dan sebagainya. Pernyataan tersebut akan mudah dimaknai sebagai melakukan pemilihan secara tidak layak dan akuntabel. Pengembangan berbagai industri dan institusi tersebut selayaknya juga diberi kesempatan yang sama untuk bersaing dan bertanding, sehingga mobil nasional yang dikembangkan akan benar-benar memiliki spesifikasi dan kapasitas yang benar-benar membanggakan, bukan hanya dalam lingkup nasional, namun juga regional dan global. Kalau Pak Habibie membuktikan bahwa bangsa kita mampu membangun pesawat terbang yang hanya mampu dilakukan oleh segelintir negara, sebuah program mobil nasional mungkin bukanlah mimpi yang terlalu muluk dan di angan-angan.

Satu hal lagi yang perlu dicermati dari pernyataan presiden adalah: kata-kata AKAN yang tersebut dalam judul berita, sepertinya harus diberi garis bawah nan tebal, karena hanya merupakan pengandaian dan mungkin juga sekedar janji. Jangan sampai, pernyataan tersebut hanya berhenti sebagai pemanis untuk menghentikan berbagai polemik, tidak didasari oleh rencana dan program kerja yang benar-benar direncanakan dengan baik. Jangan sampai juga pernyataan tersebut jatuh menjadi - mengutip lagu ciptaan mendiang Rinto - janji janji tinggal janji... Kalau memang sekedar demikian, alangkah sayang sekali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline