Lihat ke Halaman Asli

Membunuh Kok Dijual?

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Judul di atas adalah pertanyaan anak saya yang sejak dulu seperti antipati terhadap iklan rokok. Sejak tulisan dalam bungkus dan baliho-baliho rokok masih tertulis panjang: merokok dapat menimbulkan kanker dan seterusnya (yang saya tidak hapal karena tidak ada contekan di bungkus rokok), hingga saat ini  yang tertulis lebih singkat, anak saya (saat ini hampir 9 tahun) sudah memprotesnya: ayah, aku gak habis pikir, kalau rokok itu menyebabkan berbagai penyakit kok malah iklannya dipasang gede-gede dimana-mana, kenapa tidak sekalian aja dilarang?

Saya yang sedikit banyak mengerti konstelasi sosial ekonomi yang ada mencoba menjawab dengan rada mengambang: ya, kan banyak yang harus dipertimbangkan. Dalam bayangan saya, memang cukup rumit membuat kebijakan yang tegas mengenai rokok, karena nilai ekonomi yang melingkupinya.

Dalam industri rokok tercakup petani tembakau yang mungkin sudah menjadi petani secara turun temurun, sebagaimana terdapat di Temanggung dan beberapa wilayah Jawa Tengah lainnya. Kemudian ada juga pekerja pelintingan rokok, terutama yang berjenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), meskipun sepertinya sekarang sudah banyak yang beralih menggunakan mesin.

Kemudian terkait juga dengan cukai hasil tembakau yang nilainya cukup besar, kalau tidak salah pada tahun 2012 mencapai Rp84 trilyun. Penerimaan negara dari cukai tersebut sebagian besar mengalir ke pemerintah pusat (98%) dan hanya 2% yang dibagi ke daerah-daerah.

Dapat dibayangkan dengan besarnya nilai aktifitas ekonomi tersebut, pemerintah gamang untuk bertindak tegas kepada pelaku bisnis industri rokok.

Belum lagi karakteristik konsumen rokok yang cenderung captive, dengan disinsetif macam apapun, seperti pembatasan ruang untuk merokok dan gambaran mengenai resiko merokok yang disosialisasikan di bungkus, baliho maupun berbagai iklan layanan masyarakat, para konsumen rokok cenderung bergeming, karena ini masalah selera yang mendekati kecanduan.

Selalu ada pembenaran atas tindakan merokok yang dilakukan, misalnya meningkatkan konsentrasi dan produktifitas kerja. Di luar itu, merokok dapat dipandang sebagai bagian gaya hidup yang cukup membuat terutama kalangan muda terbuai dengan iming-imingnya.

Lihat iklan rokok yang menawarkan kejantanan, kreatifitas tanpa batas dan nilai keakuan yang menunjukkan mereka berbeda dengan yang lainnya.

Tak heran, dalam sebuah kesempatan makan bersama keluarga, di sebelah ada cewek-cewek umur awal kuliah yang dengan asyiknya mengobrol sambil mengepulkan asap rokok secara demonstratif, seolah itu adalah sebuah ciri penanda gaya hidup modern mereka.

Masalahnya, alasan yang bersifat personal tersebut seringkali berimbas pada lingkup keluarga maupun masyarakat secara luas, misalnya dengan timbulnya penyakit dan pengaruh pada pengelolaan keuangan keluarga.

Dalam pandangan saya yang memang tidak merokok, ada jauh lebih banyak sisi positif dari berhenti merokok dibanding sebaliknya, tanpa mengurangi kreatifitas maupun produktifitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline