Berubah untuk Berbuah
Dua bentuk kata yang yang hanya bertukar antara vokal dan konsonan ini mengilhami penulis merangkai kata dengan harapan punya manfaat bagi pembaca. Berubah memang harus, tapi kemana arah perubahan itu? Bagaimana perubahan yang menghasilkan buah? Terkadang penulis tersenyum sendiri saat dalam perjalanan, biasanya di belakang bak truk sering terpampang gambar almarhum presiden RI ke-2 dengan senyum khas beliau, dilengkapi kalimat ironi "Piye, Le, isih penak jamanku to?"
Bermakna sebuah sindiran bahwa perubahan zaman dari Orde Baru ke Reformasi, lebih enak di zaman Orde Baru. Tidak perlu ditanggapi serius, toh hanya sekadar ironi. Masalahnya perubahan enak atau tidak enak sulit terjawab secara pasti dan eksak, karena bergantung siapa dan dari mana memandang. Yang jelas dan pasti bahwa perubahan akan terjadi dan terus terjadi, termasuk kita semua pasti berubah. Sudahkah perubahan itu menghasilkan buah? Buah seperti apa yang dihasilkan?
Kehidupan itu jangan ditargetkan, kalau target tidak tercapai kecewa. Biarkan seperti air mengalir, bagaimana Tuhan berkehendak.
Bulan Juli 1994, penulis memulai bekerja di SMP BPK Penabur Bogor sebagai guru honorer. Impian dan harapan seorang guru baru pasti ada. Sederhana saja, menjadi guru yang baik, jujur dan serius terus diangkat guru tetap. Setelah diangkat guru tetap akan begini dan begitu. Walau, terkadang kenyataan tidaklah seindah harapan.
Realitas menunjukkan bahwa bekerja dengan baik, serius, dan jujur belum cukup untuk mencapai harapan, walau sekadar diangkat sebagai guru tetap (bukan guru berprestasi) Lho, kok bisa? Bukankah yayasan Kristen bersemboyan Iman, Ilmu, dan Pelayanan? Aneh memang tapi begitulah kenyataan.
Pengalaman penulis pernah mengalami menjadi guru honorer selama tiga tahun. Bahkan, sempat salah seorang sahabat memberikan saran, begini,"Kamu kalau ingin diangkat jadi guru tetap jangan rajin-rajin ke gereja apalagi pelayanan?" Aneh bukan? Tapi itu sungguh-sungguh dan benar-benar terjadi.
Untunglah penulis masih punya komitmen, dan menjawab, "Biarlah, nanti juga diangkat jika sudah tiba waktunya." Itulah kali pertama saya berubah, hidup itu jangan membuat target. Karier jangan ditargetkan, karena jika tidak dapat mencapainya akan sangat kecewa. Ketika kita merencanakan berbuat begini dengan harapan begitu, ternyata mengecewakan. Realitas yang pernah saya alami bahwa baik, serius, dan jujur tidak selamanya membuahkan hasil baik.
Tiga tahun sudah berlalu, tahun 1997 status masih guru honorer. Saya mengubah paradigma dan saya katakan pada sahabat saya. "Bang, mulai tahun ajaran ini, saya tidak mau membuat target dalam pekerjaan. Saya tidak menargetkan apa-apa, terserah Tuhan-lah. Diangkat guru tetap, ya, syukur, tidak diangkat, ya, tidak apa-apa, biarlah bagaimana maunya Tuhan. Biarlah seperti air mengalir saja. Yang pasti, saya tetap pada komitmen untuk terlibat pelayanan, pada waktu itu menjadi Guru Sekolah Minggu di GKI Pengadilan Bogor (tetap sampai sekarang).
Sampailah suatu hari yayasan mengadakan kegiatan retreat bersama guru, karyawan dan pengurus yayasan di Puncak Bogor. Saat sedang makan siang bersama teman-teman SMP, salah seorang pengurus yayasan tiba-tiba duduk di sebelah saya. Beliau bertanya, "Bapak sudah berapa tahun di Penabur?