Lihat ke Halaman Asli

Autocratic Vs Democratic Behaviors

Diperbarui: 12 Juli 2021   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap pemimpin memiliki pendekatan pribadi mereka sendiri. Ciri-ciri kepribadian, perilaku dan situasi (dan respon terhadap situasi tersebut) dapat mempengaruhi kepemimpinan seseorang. Bahkan, orang mungkin berasumsi bahwa ada banyak gaya kepemimpinan seperti banyaknya jumlah pemimpin. Ada gaya kepemimpinan yang berbeda yang diadopsi oleh para pemimpin untuk mempengaruhi pengikut atau follower mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Beberapa di antaranya adalah hirokratis, otokratis, otoritatif, demokrasi, dan laissez-faire. Gaya yang berbeda diterapkan oleh para pemimpin dalam situasi yang berbeda pula dan setiap pemimpin harus tahu kapan harus menunjukkan pendekatan tertentu. Dalam artikel ini, saya hanya akan membahas dua gaya kepemimpinan yaitu otokratis dan demokratis.

Seorang pemimpin otokratis adalah orang yang cenderung memusatkan otoritas dan memperoleh kekuasaan dari posisi, control penghargaan, dan paksaan. Para pemimpin otokratis membuat semua keputusan sendiri. Mereka tidak berkonsultasi dengan anggota tim mereka, atau membiarkan mereka membuat keputusan. Kelompok yang dipimpin oleh seorang otoriter diharapkan dapat menyelesaikan tugas-tugas mereka di bawah pengawasan ketat. 

Gaya kepemimpinan otokratis telah dikritik oleh banyak orang karena tidak menerima masukan dari karyawan atau bawahannya, yang menyebabkan kurangnya motivasi diantara karyawan dan tingginya tingkat ketidakhadiran dan pergantian karyawan. Namun, di satu sisi gaya kepemimpinan otokratis memiliki keunggulan tertentu. Misalnya, menyajikan gambaran yang jelas tentang misi dan tujuan sebuah organisasi. Mudah bagi karyawan untuk memahami apa yang diharapkan dari mereka karena standard dan target khusus ditetapkan untuk semua karyawan dan mereka harus memenuhinya. Selain itu, keputusan dapat diambil dengan cepat karena satu orang bertanggung jawab untuk membuat keputusan, yang kemudian dapat diimplementasikan tanpa penundaan.

Seorang pemimpin yang demokratis mendelegasikan wewenang kepada orang lain mendorong partisipasi, bergantung pada pengetahuan bawahan untuk menyelesaikan tugas, dan bergantung pada respect bawahan terhadap suatu pengaruh. Para pemimpin demokratis berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan tetapi mereka melibatkan orang lain. 

Mereka memikul tanggung jawab untuk melihat bahwa keputusan yang dibuat mencapai hasil yang diinginkan. Pemimpin demokratis atau partisipatif membuat kelompok mereka merasa seperti bagian dari tim, yang menciptakan komitmen dalam kelompok. Namun, di satu sisi gaya kepemimpinan partisipatif ini memiliki kelemahan, yaitu jika peran dalam kelompok tidak jelas, kepemimpinan partisipatif dapat menyebabkan kegagalan komunikasi. Jika kelompok tidak terampil dalam bidang di mana mereka membuat keputusan, keputusan yang buruk bisa menjadi hasilnya. 

Gaya kepemimpinan ini memungkinkan karyawan untuk menetapkan tujuan, menilai kinerja mereka sendiri, dan menunjukkan pertumbuhan di tempat kerja. Selain itu, memotivasi mereka untuk tampil lebih baik karena mereka merasa bahwa mereka adalah bagian yang sangat penting dari organisasi. Gaya ini paling cocok untuk karyawan yang berpendidikan tinggi dan berpengalaman.

Berdasarkan artikel diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kepemimpinan otokratis, para pemimpin memiliki otoritas dan kendali penuh atas pengambilan keputusan, dan karyawan tidak diajak berkontribusi sama sekali mengenai masalah organisasi yang penting. Di sisi lain gaya kepemimpinan demokratis bersifat partisipatif karena memungkinkan karyawan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Tidak ada jawaban yang benar tentang pendekatan mana yang paling tepat dan harus diadopsi oleh para pemimpin. 

Pendekatan yang benar tergantung pada situasinya. Meskipun tampak di permukaan bahwa kepemimpinan demokratis adalah pendekatan yang lebih cocok, hal ini tidak selalu benar. Pada saat gejolak ekonomi, gaya kepemimpinan otokratis diadopsi sebagian besar karena para pemimpin ingin menghadapi sedikit perlawanan dalam operasi mereka, yang akan mengarah pada hasil dan keuntungan jangka pendek bagi organisasi. 

Situasi top-down, perintah dan control dihasilkan oleh para pemimpin otokratis. Di sisi lain pengaturan kolaboratif yang berfokus pada karyawan diciptakan oleh para pemimpin demokratis untuk memfasilitasi gaya kepemimpinan mereka. Perlu ada keseimbangan di antara kedua pendekatan tersebut jika organisasi ingin mempertahankan keuntungan serta mempertahankan karyawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline