"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai." (Mazmur 126:5)
Tidak semua orang ingin menjadi petani. Orang yang sekolah pertanian pun, belum tentu menggeluti pertanian. Hanya mereka yang benar--benar berminat saja, yang rela menjadi petani.
Sebenarnya menjadi petani itu tidak mahal, cuman yang buat mahal adalah gengsi. Orang tidak mau raba tanah, karena gengsi dan tidak mau kotor.
Kita sering mendengar, ada petani yang sukses, penghasilan lebih dari mereka yang bekerja di perkantoran. Hal itu memang benar, yang penting tekun dan focus. Bahwa, kunci dari kesuksesan adalah tekun dan fokus.
Hari ini kami memanen padi. Padi yang dipanen merupakan hasil kerja kami sendiri. Curah hujan tahun ini cukup baik, karena itu, kami memanfaatkan air hujan untuk bercocok tanam. Hasilnya lumayan untuk memenuhi kebutuhan beras tahun ini.
Sebenarnya menjadi petani tidak sulit bila dibandingkan dengan zaman dulu. Perkembangan teknologi telah memudahkan pekerjaan manusia. Mulai dari menyiapkan lahan, hingga memanen hasilnya, semuanya ada alatnya.
Waktu saya masih kecil saat mengolah sawah di kampung, yang kami andalkan adalah tenaga manusia. Kadang juga dengan tenaga hewan, (sapi atau kerbau) untuk membajak sawah. Untuk zaman sekarang tidak lagi. Banyak alat yang diciptakan untuk menggantikan tenaga manusia.
Pertanyaan sederhana, apa jadinya bila dunia tanpa petani? Memang, untuk zaman sekarang, tidak setiap orang mau menjadi petani. Para petani, sering tidak sudi bila anaknya kelak menjadi petani. Masyarakat masih memandang pekerjaan petani sebagai pekerjaan kelas rendah.
Bagi saya, menjadi petani itu mulia. Apa lagi di zaman moderen ini. Kita tidak harus kerja keras, tetapi kerja cerdas, dengan memanfaatkan teknologi dan juga ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Kuncinya adalah kemauan dan ketekunan. Kesuksesan tidak diperoleh dengan cuma--cuma, butuh perjuangan dan ketekunan. Siapa yang menabur dialah yang memanen hasilnya.