Lihat ke Halaman Asli

Kris Fallo

Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

World Water Day, Wariskan Mata Air dan Bukan Air Mata bagi Anak Cucu

Diperbarui: 22 Maret 2021   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: mediaindonesia.com/Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat peresmian bendungan Rotiklot Atambua NTT

Tanggal 22 Maret, kita memperingati Hari Air Sedunia, World Water Day, (WWD). Tema WWD tahun ini adalah, Valuing Water atau Menghargai Air, tetapi saya boleh menambahkan, Menghargai Air, Merawat Kehidupan. 

Bagi saya yang tinggal di Nusa Tenggara Timur, (NTT), momentum ini sangat penting untuk direfleksikan. Mengapa? Sesuai dengan pernyataan Presiden Jokowi ketika berkunjung ke NTT, persoalan utama di NTT adalah air. Memang sebagai warga NTT, saya mengamini pernyataan bapak presiden.

Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) periode September 2020, Provinsi NTT adalah provinsi termiskin ketiga di Indonesia setelah Papua dan Papua Barat dengan prosentase kemiskinan sebanyak 21,21 persen atau sebanyak 1.173.530 orang, (radarntt.co)

Persoalan kemiskinan ini juga disebabkan oleh NTT minus air. Hampir di setiap kabupaten di NTT, sebut saja, Kupang, Belu, Soe, Sumba, Lembata, Maumere, Rote, Sabu, mengalami masa paceklik air, teristimewa di musim kemarau.

Khusus di Kab. Belu, (tempat saya) persoalan air bersih menjadi masalah rutin tiap tahun. Setiap musim kemarau pemerintah pasti saja dipusingkan dengan masalah ketersediaan air bersih bagi masyarakat. Minum saja susah, apa lagi mandi dan lain-lain.

Gambar kompas.com/Warga Belu NTT antrian mengambil air untuk bertahan hidup

Air adalah Kunci Kehidupan

Masyarakat NTT harus sadar bahwa air adalah kunci kehidupan. Siapa yang merawat air ia merawat kehidupan. Hidup kita sepenuhnya bergantung pada air. Siapa berani mengatakan bahwa ia bisa hidup tanpa air? yang pasti tidak ada. Semua orang butuh air.

Untuk itu, upaya kita adalah menjaga sumber-sumber air yang ada, dengan cara menanam pohon, tidak menebang pohon di sekitar sumber air, tidak membiarkan binatang peliharaan berkeliaran di sekitar sumber air.

Perlu ada gerakan menanam pohon di sekitar sumber air, baik tingkat kabupaten, kecamatan dan desa, untuk merawat mata air dan menciptakan mata air baru. Sumber air harus dijaga dan dimanfaatkan sesuai peruntukkannya, digunakan sesuai kebutuhan.

Pemerintah pusat sesungguhnya sudah membaca masalah kekurangan air di NTT. Karena itu, upaya pemerintah adalah membangun bendungan raksasa di seluruh wilayah di NTT. Belakangan ini Kita tahu, 3 di antara 9 bendungan yang akan dibangun pemerintah sudah resmi beroperasi, yakni Bendungan Raknamo di Kupang (2018), Bendungan Rotiklot di Belu (2019) dan Bendungan Napun Gete di Sikka (2021).

Harapan pemerintah dan kita masyarakat NTT adalah, dengan adanya bendungan yang dibangun ini, problem ketersediaan air bisa diatasi. Bagi para petani, bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline