Harus kita sadari bahwa buku adalah gudang ilmu, dengan membaca kita menguasai dunia.
Malam ini saya berkesempatan bertandang ke #bukulapak yang dirintis oleh teman-teman dari Komunitas Lorosae. Mereka membuka lapak buku persis di lapangan umum, depan Mako Brimob, kota Atambua.
Sudah seminggu pegiat literasi ini membuka lapak buku persis di jantung kota Atambua. Tujuan mereka satu yakni mau menghidupkan kembali minat baca masyarakat yang sudah menurun.
Harus kita sadari bahwa buku adalah gudang ilmu, dengan membaca kita menguasai dunia. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan pengetahuan selain membaca. Seseorang bisa mahir bidangnya karena membaca. Jadi membaca adalah kunci kehidupan.
Kita prihatin dengan dunia sekarang, budaya membaca telah bergeser ke games, tik tok, dan sejenisnya. Perkembangan teknologi yang kian cepat berhasil merebut perhatian khayalak ramai. Orang bisa bermain game berjam-jam ketimbang menimbah pengetahuan lewat membaca. Budaya baca sudah lama ditinggalkan. Kalau toh ada, itu tidak berlangsung lama, membaca sepintas tanpa mendalaminya.
Berdasarkan pengakuan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Belu melalui Sekretaris Jhoni Martins dalam Webinar, Pemuda dan Darurat Literasi, 11 Februari 2021 mengungkapkan fakta bahwa, dari sekian banyak masyarakat di Kabupaten Belu, hanya sebagian kecil, itu pun bisa dihitung dengan jari, yang berkunjung ke perpustakaan daerah. Budaya membaca sudah bergeser ke jeraring sosial.
Kita perlu mengapresiasi Komunitas Lorosae, yang peduli terhadap literasi di Kabupaten Belu. Mereka sudah menabur gong mengembalikan budaya membaca dan memberikan edukasi kepada masyarakat, meski dengan segala keterbatasan yang dimiliki.
Ilmu pengetahuan itu mahal dan juga dibutuhkan perjuangan untuk mendapatkannya. Yang harus tertanam dalam benak adalah kunci dari pengetahuan adalah membaca. Dengan membaca kita mendapatkan ilmu. Karena itu, perlu ada gerakkan untuk kembali mencintai buku, seperti yang sudah dimulai oleh Komunitas Lorosae.
Dari pengakuan Jejen Aryanto, Ketua Komunitas Lorosae saat merintis Komunitas ini, menyampaikan bahwa terbentuknya komunitas ini berangkat dari keresahan akibat rendahnya minat baca di Kabupaten Belu.
"Tanpa melihat data pun dapat diketahui bahwa minat baca di Belu sangat rendah, hal ini bisa diukur dari pengunjung di perpustakaan daerah yang dalam sehari bahkan tidak mencapai empat orang dari sekian banyak pelajar di kota Atambua. Di kota saja seperti itu, apalagi di daerah yang lebih terpencil", pungkas Jejen, (Buser Indonesia, Senin 11 Januari 2021).