Lihat ke Halaman Asli

kristyawan Juli

Civil Engineer

Mudik? Mencla-mencle

Diperbarui: 28 Maret 2021   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : FOTO ANTARA/Anis Efizudin/foc

Esuk delE sore TempE ( pagi kedelai, Sore Tempe) sebuah pepatah jawa yang sangat populer yang menggambarkan tidak konsisten terhadap suatu keputusan. Awal bulan ini Pemerintah melalui kementerian Perhubungan yaitu bapak Budi Karya Sumadi (menteri Perhubungan) mengatakan kalau mudik Tahun 2021 diperbolehkan dengan syarat-syarat protokoler kesehatan terkait Covid 19, tentunya disambut dengan senang oleh para pekerja atau karyawan yang merindukan bisa merayakan lebaran di kampung halamannya bersama keluarga. 

Tak berselang lama muncul keputusan baru dari pemerintah kali ini melalui Kementerian PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ) bapak Muhadjir Effendy menyatakan pelarangan  Mudik tahun 2021  ditetapkan antara tanggal 6 s/d 17 Mei 2021 karena alasan penyebaran  Covid 19. 2 pernyataan yang sangat berbeda dikeluarkan oleh 2 hanya dalam 1 bulan padahal lebaran tinggal kurang lebih sebulan lagi, keren ya.....

Menurut pandangan saya ada beberapa koordinasi yang berjalan kurang maksimal terkait  pernyataan oleh kementerian-kementerian tersebut sehingga seakan-akan kami di "prank", padahal momen mudik mungkin bagi beberapa pegawai atau pekerja adalah momen yang sangat ditunggu mungkin hanya satu tahun sekali untuk bisa berkumpul dengan keluarga, 

ada pula beberapa yang bilang ''untuk pulang kan tidak harus momen lebaran, bisa di bulan lainnya'', pendapat ini mungkin ada benarnya namun setiap orang mempunyai pandangan berbeda dengan momen lebaran ini, dimana pada momen ini bisa melepas rindu dan silaturahmi dengan keluarga, saudara, teman, tetangga, karena pada saat yang sama mereka bisa meluangkan waktu untuk melepas rindu dengan kita karena waktu liburnya memang sudah pas karena sekolah anak-anak libur, kantor juga libur, kalau selain di momen lebaran saya tidak yakin bisa berkumpul dan menikmati silaturahmi secara utuh. 

Namun saya menghargai bahwa setiap orang punya pandangan yang berbeda-beda berdasarkan sudut pandang masing-masing. Sekarang pemerintah harusnya konsisten dengan keputusan-keputusan yang telah diambil dan dampak positif dan negatif yang timbul serta pertimbangan-pertimbangan dari semua aspek sosial, ekonomi dan lain-lain. 

Konsekuensi  Positif yang bisa kita ambil adalah berkurangnya penyebaran Covid 19 karena mengurangi kerumunan-kerumunan yang sangat mudah menjadi terjadinya penyebaran Covid 19, namun menurut saya ini bisa di minimalisir dengan aturan protokol kesehatan yang sudah kita ketahui bersama, misal memakai masker, jaga jarak dan selalu mencuci tangan atau dengan hand sanitizer namun  sayangnya beberapa masyarakat kita sering menganggap remeh dan tidak mematuhi nya, kalau ini kita akui saja, hehehe. 

dampak negatifnya secara sosial adalah tidak bisa ber lebaran di rumah,tidak bisa berkumpul dengan orang-orang terdekat yang sudah lama hanya untuk melepas rindu dan silaturahmi, secara ekonomi juga geliat perputaran ekonomi di daerah-daerah akan seperti biasanya padahal faktanya momen lebaran pasti terjadi peningkatan roda ekonomi yang dampaknya pertumbuhan ekonomi akan meningkat setiap masa lebaran ini, secara tidak langsung ,peningkatan kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat, walaupun hanya di masa  lebaran saja. 

Sekarang yang paling penting adalah bisakah para pembuat keputusan ini mengakomodir dampak dan konsekuensi dari keputusan yang telah diambil serta konsisten, misalkan apakah aturan ini berlaku di seluruh Indonesia atau hanya di kota-kota besar di Indonesia, artinya apabila berlaku di daerah-daerah juga tentunya penegakan aturan ini harusnya juga sama dengan yang di kota-kota besar. Kemudian pemerintah harus konsisten kalau untuk pelarangan mudik tahun ini, bandara komersil, kereta api, Pelabuhan juga harus ditutup untuk langkah pencegahan agar tidak terjadi gelombang mudik,

kira-kira sampai disini mungkin apa tidak dilakukan mengingat dampaknya bila itu ditutup, soalnya jangan sampai ada semacam standar ganda, untuk angkutan darat misal kayak bis, kemudian travel tidak boleh beroperasi di masa itu terkait mudik , tetapi misalkan untuk pesawat bisa beroperasi. Tentu nantinya akan menimbulkan kesan 'pembedaan' penanganan dan ini sangat tidak adil bagi beberapa pihak yang terkait misal pengusaha bis atau travel.

Sebagai warga negara yang baik tentunya akan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, namun sekali lagi masyarakat juga berhak menuntut konsekuensi dan ketegasan pemerintah dalam menetapkan aturan tersebut tanpa kecuali, artinya disini nilai keadilan juga harus ditegakkan  dalam mengawal aturan ini. Bagi kebanyakan pekerja di daerah yang bekerja di kota besar , mudik adalah satu-satunya waktu yang tepat untuk berkumpul dengan keluarga dan orang-orang terdekat selama satu tahun, itu sudah menjadi semacam budaya yang tak tergantikan (khususnya di daerah saya). 

Sebagai jalan keluar,  saya pribadi sebagai karyawan tentunya akan mencari bagaimana cara untuk bisa mudik namun tanpa dengan melanggar aturan tersebut, salah satu yang terlintas di pikiran saya mungkin saya akan pulang sebelum tanggal  6 Mei dan kembali setelah tanggal 17 Mei, namun konsekuensi nya jelas mungkin akan ada pemotongan gaji bulanan karena terkait dengan waktu libur yang terlalu panjang, namun sekali lagi andai pun begitu saya tetap akan mengambil langkah itu dengan catatan saya tetap akan mudik, tentunya dengan test Swab dulu untuk memastikan kondisi kesehatan, kemudian memakai masker dan tetap jaga jarak menghindari kerumunan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline