By : Cres (93)
“Pa, apakah kau mencintaiku?”
Berulang kali pertanyaanmu menghantuiku pada separuh senja yang sudah kita lewati bersama. Berulang kali pula aku menatapmu dan berusaha mencari jawaban yang tepat.
Tapi sebelum aku mampu menemukan jawaban itu, desahmu mematahkan sinar senja yang berkilau di sekitar kita, “Ya, aku tahu. Kau memang tak pernah mencintaiku. Tak apa-apa.”
Aku menatapmu dan menemukan ruang kosong yang begitu luas. Ruang yang seharusnya kuisi dengan lipatan-lipatan cinta yang kupunya.
Apakah aku mencintaimu?
Kita menatap senja yang sama dalam sunyi. Menatap ke satu arah dan hanya terpisah sejauh sejengkal jari.
Apakah aku memang benar-benar tak mencintaimu?
Lalu apa namanya rasaku ketika melihatmu terbaring sakit beberapa waktu yang lalu? Ketika tiba-tiba saja aku menemukan bahwa aku begitu takut kehilanganmu? Bahwa aku tak ingin beranjak sedikit pun dari jangkauan tatapan matamu? Dari sisimu?
Kau mencintaiku. Ya, aku tahu, meski bibirmu pun jarang mengatakannya. Matamulah yang menyiarkan segala rasa yang kau punya untukku. Matamu yang indah. Yang penuh kehangatan dan selalu bisa menentramkan hatiku.