Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Kencan Pertama

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semalam sambil menunggu ngantuk saya mengobrol dengan istri. Isi pembicaraan melebar kemana-mana tidak jelas hulu-hilirnya. Tahu-tahu sudah bicara tentang mantan dan kencan pertama. Enaknya punya istri eks jantik (janda cantik) adalah ia ndak pernah cemburu terhadap masa lalu saya. Ketika saya ceritakan tentang kencan pertama saya, ia langsung ngakak gegulingan. Ceritanya begini :

Saya pertama kali punya cewe ketika kelas 3 SMP. Yang dekat saja, ndak jauh-jauh. Tergolong adik kelas karena usianya di bawah saya. Anaknya manis, cenderung tomboy tapi penari yang bagus, sedikit judes tapi hatinya tulus, isi kepalanya cerdas dan nilainya selalu bagus. Pendeknya saya suka.

Kencan pertama, saya mengajaknya ke pusat kota. Belum terlalu ramai seperti sekarang. Tapi ada satu toko yang cukup elit waktu itu. Sarinah. Ke sanalah saya mengajaknya. Agak sedikit pamer juga sih karena saya punya maksud sekalian beli celana renang di sana.

Ndak pakai lama kami pun naik angkutan umum ke sana. Saya lupa jenisnya sudah angkot apa masih bemo waktu itu. Yang jelas meskipun sudah bisa menyetir Jimny kotrik punya Ayah saya tapi kalau urusan ngeluyur saya masih harus naik angkutan umum.

Singkat cerita, dengan dibantu cewe manis ini saya pun pilah-pilih celana renang. Dapat, lumayan bagus, harganya juga lumayan buat kantong pelajar seperti saya. Tapi yang penting kelihatan gengsinya karena cukup “mewah”. Setelah dapat nota kami keliling-keliling lagi cuci mata. Terakhir acaranya adalah bayar celana renang dan saya mau mengajaknya menyeberang makan es krim di Toko Oen.

Tapi..

Tololnya saya lupa bawa dompet. Bayar angkutan umum tadi saya pakai uang yang kebetulan ada di saku celana saya. Muka ini rasanya sudah merah biru semu kuning ijo saking malunya. Celana renang yang saya pilih tadi masih menunggu pembayaran dengan tenang di kasir.

Terus?

Saya terpaksa terus terang pada cewe manis ini bahwa saya lupa bawa dompet. Ia sempat bengong melihat saya sebelum mengusulkan solusi cerdas: “yo wes ayo kabur ae!” (ya sudah ayo kabur saja)

Kabur?

Tampak itu itu satu-satunya cara yang masuk akal untuk menyelamatkan muka saya. Tapi gengsi saya terlanjur jatuh dan malunya ituu.. masih saja terasa sampai sekarang kalau ingat. Akhirnya dengan (berusaha) pasang wajah polos tanpa dosa kami berdua berjalan santai ke arah pintu keluar dan ndak noleh-noleh lagi ke arah kasir.

Lantas bagaimana dengan acara makan es krimnya? Gagal juga. Bahkan buat pulang saja ia yang harus bayar angkutan umumnya.

Penderitaan saya berlanjut ketika sampai ke rumah. Semuanya sudah kumpul untuk kepo tentang kencan pertama saya. Dan bully tingkat dewa saya dapatkan ketika kejadian memalukan itu terpaksa bocor dari mulut saya sendiri. Huh!

Selanjutnya setiap kali mau kencan, dompet adalah hal pertama yang saya pastikan aman di saku celana karena saya ndak mau terulang kejadian yang sama. Malunya itu loh.. abadi.

__________

(PR.17.10.2014.Chris D.a)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline