Apakah Anda adalah bagian dari generasi muda Indonesia di saat Anda membaca blog ini? Kalaupun bukan, pasti Anda sedikitnya memperhatikan bagaimana kehidupan generasi muda saat ini, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi, yang mungkin berbeda dari generasi sebelumnya. Mungkin ada inovasi dan kebiasaan baru yang sebelumnya tidak ada, misalnya di generasi orang tua kita. Setiap perubahan tersebut wajar adanya dan akan terus berubah. Meski begitu, perubahan tidak selalu menjamin kemajuan, bisa juga mengalami kemunduran.
Goa (2017) menyebutkan bahwa perubahan sosial terjadi karena dilatarbelakangi tiga faktor, yakni faktor penyebab, faktor pendorong, dan faktor penghambat. Faktor penyebab bisa berasal dari internal maupun eksternal masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto (dalam Goa, 2017), faktor internal meliputi perubahan penduduk, inovasi atau penemuan baru, konflik sosial, hingga pemberontakan atau revolusi; sedangkan faktor eksternal meliputi faktor alam dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Selanjutnya, faktor pendorong mengandung kontak dengan masyarakat lain, penyebaran unsur kebudayaan dalam dan antar masyarakat, sistem pendidikan yang maju, dan masih banyak lagi. Terakhir, perubahan sosial dapat terhambat karena kurangnya interaksi dengan masyarakat lain, ilmu pengetahuan yang kurang berkembang, sikap masyarakat yang tertutup dan tradisional, ketakutan akan disintegrasi, dan lain-lain.
Perubahan sosial dapat dijelaskan dalam tiga bentuk teori (Goa, 2017). Pertama, Teori Evolusi, yang menjelaskan bahwa masyarakat berubah dari tingkat peradaban yang sederhana menjadi lebih kompeks. Perubahan tersebut dapat dilihat dari transformasi yang terjadi di dalam masyarakat. Kedua, Teori Konflik, berkenaan dengan pandangan bahwa suatu konflik menjadi sumber dari terjadinya perubahan sosial di tengah masyarakat, misalnya antara kaum borjuis dan kaum proletar. Ketiga, Teori Perubahan Sosial Dahrendorf, yang melihat bahwa perubahan yang terjadi pada struktur kelas sosial akan memberi akibat pada nilai kehidupan.
Di tengah masyarakat Indonesia saat ini, kita dapat menemukan bahwa generasi muda mendapat banyak fasilitas yang menunjang wawasan mereka. Contohnya, cepatnya perkembangan teknologi saat ini, membuat generasi muda mendapatkan banyak informasi hanya dalam beberapa langkah saja. Dari mana asalnya? Tentu saja internet. Namun begitu, apakah informasi yang mereka dapatkan dari internet selalu memberikan hasil yang bermanfaat?
Kasus ini dapat kita pandang dengan teori evolusi. Mengutip Kumparan (LifeHack, 2018), ada beberapa kebiasaan anak muda sekarang yang berbeda dengan anak muda di zaman dulu. Misalnya, anak muda sekarang lebih senang bermain game online dibanding bermain langsung bersama teman-temannya. Kemudian, keberadaan media sosial menjadi pelarian bagi anak muda ketika mengalami masalahnya, seperti menuangkan isi hati dengan menulis di Instagram Stories. Anak muda zaman dulu mungkin lebih gemar membuka buku diary dan menulisnya secara cantik menggunakan pensil atau pulpen.
Melihat contoh-contoh di atas, kita tahu bahwa zaman sekarang beragam kegiatan menjadi lebih kompleks. Dalam hal ini, konteks kompleks merujuk pada anak muda yang menjadi kurang bergaul dengan sekitarnya dan lebih memilih fokus pada gawai yang mereka miliki. Tentu saja itu terjadi karena gawai dan kecanggihan teknologi lainnya menawarkan banyak kemudahan dan inovasi. Namun, sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan orang lain, bukankah tetap perlu bagi kita untuk bersosialisasi secara langsung dengan masyarakat luas?
CIMB Niaga, salah satu bank ternama di Indonesia, melahirkan suatu program yang berfokus pada gerakan sosial dengan nama Kejar Mimpi. Visinya adalah untuk membentuk generasi muda Indonesia dalam menerapkan nilai hidup melalui pengembangan dan motivasi diri yang baik, sehingga dapat memberikan nilai baru untuk memajukan Indonesia. Kejar Mimpi memiliki banyak cabang di berbagai penjuru Indonesia, karena mereka ingin mendukung masyarakat Indonesia untuk berkembang dalam kehidupan mereka, dan mencapai keinginan serta mimpi-mimpi.
Sebelum pandemi COVID-19, Kejar Mimpi mengadakan sejumlah kegiatan offline, di antaranya beasiswa #KejarMimpi CIMB Niaga, Leaders Camp, dan volunteering. Selama pandemi, Kejar Mimpi tak berhenti beraktivitas dan tetap mengadakan kegaitan secara online, di antaranya talkshow Ruang Tamu Keluarga Kejar Mimpi, mentoring Berani Bisnis, podcast NYAMBI: Ngobrol Nyaman ala CIMB, dan masih banyak lagi. Bahkan, setiap cabang Kejar Mimpi juga aktif untuk mengadakan kegiatan terbuka untuk publik. Contohnya, Kejar Mimpi cabang Semarang mengadakan webinar LUMPIA: Lungguhan Mbagi Pengalaman & Ilmu Songko Ahline, sharing community (studi banding), bahkan kompetisi desain masker.
Kegiatan-kegiatan ini diadakan oleh Kejar Mimpi karena mereka berharap bahwa generasi muda Indonesia kini bisa membawa bangsa kita semakin maju dan berkembang, salah satunya dengan lebih peduli dengan kondisi sosial di sekitar kita. Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, jadi generasi muda yang berperan aktif dan berguna bagi bangsa dan negara kita!