Lihat ke Halaman Asli

Semua Hanya Sementara

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1429181316835369677


Sepi, kataku dalam hati saat memandang hamparan luas ketidakwarasan pada matamu. Ketidakwarasan paling indah hingga aku tak kuasa menahan ketidakwarasan itu sendiri. Pernahkah kau berkaca pada ujung mata diseberang sana dengan hiruk pikuk pemikiran dimana adanya. Saat ini aku berkaca, pada matamu tanpa nama.

Asmara namaku. Tak seberuntung namaku aku sebegitu kekurangan cinta. Tak ada derai airmata bahkan tawa untuk satu kata, asmara. Tengkukku merinding saat mengingat jikalau hatiku terbuang sejak kecil. Sejak wajah bengis pembunuh hati ibuku berkeliaran diseberang rumah. Menyisakan aku tanpa perasaan menangis beriring gelombang sukma tak terlihat.

Kedua, saat aku melihat wajah Jingga manis dihadapanku. Mengertilah dia menghentakkanku ditanah kering bersama seikat mawar merah yang kuambil dari rimbun seberang sungai. Bertatapan dengan badai, berkejaran harimau putih, beriringan suara tangis bayi yang entah darimana bisa kudengar jelas. Samaran palsu duniawi berjalan bersama pesta pora semu. Pernahkan kau merasakannya?

Aku bersama rapuhku berlarian dan tersengal bersama gurauanmu. Mengisi hatiku sepenuh penuhnya. Mengosongkannya lagi, kemudian aku pergi. Namaku Asmara, semua hanya sementara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline