Lihat ke Halaman Asli

Kepada Semua Calon Presiden NKRI

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kepada semua calon presiden, bolehkah saya bertanya kepada anda? Pernahkah anda bercermin dan berkata dalam hati ketika bercermin, “Apakah aku layak mencalonkan diri sebagai presiden?" Andai anda bertanya demikian, bagaimanakah jawaban dari hati anda?

Hati anda mungkin menjawab: "Kamu sama sekali tak layak nyapres. Dua kali pemilu yang lalu sudah jadi calon, kalah pula. Usia sudah tua, cara kamu berkampanye saja sudah tidak kreatif, meniru-niru jadi tukang becak atau pedagang asongan, bukan menjadi diri sendiri. Sudahlah, beri kesempatan calon lebih muda."

Mungkin juga hati anda menjawab: "Kamu mau jadi presiden? Lumuran darahmu di masa lalu masih berbekas, bukan di tubuhmu, tetapi di tubuh rakyat. Betul orang bisa tobat, betul juga kesalahan di masa lalu bisa tak diulang di masa depan, betul sekali setiap saat orang bisa berbuat baik untuk menebus kesalahannya. Tetapi itu tak pernah kamu buktikan dengan langkah nyata, tiba-tiba saja mau berubah secara mendadak. Tidak, kamu tak layak nyapres. Kalau mau berbuat baik untuk negeri ini, masih ada pekerjaan lain, bukan sebagai presiden."

Bisa juga hati anda akan menjawab: "Ya, sudahlah, lupakan niatmu menjadi presiden. Padi yang mestinya menguning sudah lama dilanda lumpur dan tak ada rasa menyesal yang kamu tunjukkan, baik pada alam maupun pada sesama manusia. Semesta telah memberi kode dan kamu tak pernah membacanya, karena matamu ditutup oleh kekayaan semu. Berikan kesempatan pada sahabatmu untuk nyapres, kamu peluk-peluk boneka lebih humanis."

Atau bisa jadi hati anda akan menjawab: "Di antara calon yang lain, kamu memang ditunggu-tunggu untuk menjadi presiden. Tapi kamu harus introspeksi diri, apa betul punya misi dan visi untuk negeri yang begitu luas? Rakyat sudah berkali-kali kecewa, menggebu-gebu dengan euforia tinggi memilih presiden, ternyata belakangan mendapatkan presiden yang tak banyak berbuat. Aku khawatir kamu hanya mengulang sejarah. Coba kamu telisik dirimu, memangnya kamu tahu masalah yang lebih makro, kamu punya kontak-kontak di mancanegara, kamu punya perhatian yang lebih dari sekadar melihat got mampet dan blusukan ke mana-mana? Presiden harus kerja keras, tapi tak bisa setiap hari hanya bersalaman dengan rakyat dan itu pun dengan liputan seabrek jurnalis. Presiden harus banyak berpikir, mencari solusi, lalu memerintahkan pembantunya untuk mengerjakan. Yang penting lagi, ayomi seluruh rakyat, bukan mementingkan partai. Mandat itu dari rakyat, bukan dari partai."

Contoh bagaimana hati menjawab bisa diperpanjang. Yang pasti jawaban lebih jujur akan diperoleh karena anda dalam keadaan hening untuk bertanya, dan jawabannya hanya anda yang tahu (dan juga Tuhan kalau anda juga percaya kepada Tuhan). Terserah kemudian anda mengikuti kata hati atau tidak. Silahkan berkompetisi, dan siaplah untuk menang dan kalah. Jangan hanya siap kalah, dengan bersikap legowo ketika kalah. Anda juga haruslah siap menang, siap menjadi manager bagi negara kelautan yang ditaburi pulau-pulau bernama Indonesia.

Sotoy Deh Gue, hahahaha.......

B.Km.Pa.030635.020414.18:40

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline