Institusi pendidikan swasta tidak dapat ditopang oleh uang sekolah siswa saja. Untuk tumbuh dan bertahan hidup, lembaga perlu memiliki aset wakaf yang diinvestasikan untuk menghasilkan keuntungan yang dapat membayar modal dan biaya operasional.
Beberapa tantangan yang banyak dihadapi lembaga pendidikan:
- bagaimana menghidupkan kembali dan merevitalisasi lembaga wakaf;
- bagaimana menginvestasikan aset wakaf sesuai syariah;
Tantangan mengumpulkan harta wakaf lebih mudah diatasi. Setiap muslim ingin memberikan sebagian hartanya untuk mendapatkan keuntungan di akhirat. Sehingga akan lebih mudah jika mendirikan lembaga wakaf yang memiliki kredibilitas di kalangan umat Islam, yang mampu memberikan kontribusi yang diperlukan lembaga. Tantangan investasi aset wakaf dalam syariah membutuhkan banyak kemajuan dalam konsep dan teori ekonomi, dan investasi Islam, sehingga perlu adanya program terintegrasi ilmu pengetahuan di bidang ekonomi.
Human Eco-Nomics
1. Pembagian kerja untuk memproduksi barang dan jasa
Diawal, manusia pertama memiliki sistem ekonomi yang sederhana. Adam adalah individu yang mandiri. Dengan Hawwa mereka menjadi pasangan yang mandiri dan kemudian menjadi keluarga yang mandiri. Pembagian kerja pun berkembang dalam keluarga dan diperluas ke masyarakat luas.
Dengan pembagian kerja, muncul kebutuhan untuk bertukar jasa dan barang yang diproduksi. Pendekatan paling sederhana pertukaran langsung atau barter tetapi ini tidak efisien karena produsen suatu barang dapat menukarnya tetapi tidak membutuhkan barang yang dipertukarkan dengan segera, kemudian muncul uang sebagai alat tukar untuk menyimpan nilai hingga pertukaran berikutnya.
2. Pengembangan sistem ekonomi moneter
Uang dalam berbagai bentuk dimulai sebagai alat tukar selama berabad-abad. Masalah dimulai ketika uang dikomoditisasi dan menjadi barang yang bisa dibeli, dijual, atau dipinjamkan. Komodifikasi uang adalah awal dari bunga karena uang diperoleh jika pertukaran uang tidak segera.
- Menjadi mungkin untuk mendapatkan uang tanpa pertukaran barang atau jasa (ekonomi riba);
- Menjadi mungkin untuk meminjamkan sejumlah uang dan mendapatkan bunga saat dikembalikan;
- Komplikasi lainnya adalah perubahan nilai unit moneter yang dinilai dari daya beli (inflasi/deflasi).
3. Pengendalian sistem moneter
Negara menyadari pentingnya uang sejak dini. Sehingga hal ini memonopoli masalah uang atau mata uang. Dimana negara dapat mengatur kegiatan ekonomi dengan mengendalikan nilai dan pasokan uang. Negara mengumpulkan uang melalui perpajakan dan menyediakannya untuk membayar berbagai layanan pemerintah. Sistem perbankan yang canggih dikembangkan untuk mengelola ekonomi yang dimonetisasi ini. Disini peran negara diperluas ke pemain internasional yang mengontrol ekonomi. Hal ini yang tidak terlihat oleh konsumen normal.
Menuju Ekonomi Non-riba
Umat Islam yang mengikuti perintah Al-Qur'an pastinya ingin hidup dalam ekonomi non-riba. Sehingga sebagian besar ekonomi modern dan kembali ke titik sejarah ketika riba diperkenalkan dan kemudian bekerja ke depan untuk membangun model baru.
Hal ini tidak mungkin dilakukan secara revolusioner tanpa memiliki sistem ekonomi utopia non-riba yang canggih sebagai penggantinya. Bisakah kita mencapai ini dengan evolusi perlahan mengubah riba menjadi sistem non-riba? Ini sedang dilakukan saat ini tetapi tidak memiliki kerangka konseptual dan teoretis yang luas yang terbatas pada mencangkokkan fiqh al muamalat ke sistem yang ada untuk memastikan penghapusan riba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H