Saya sangat familiar dengan istilah utang koperasi. Orang tua saya merupakan anggota koperasi simpan pinjam yang namanya cukup terkenal dan kredibilitasnya juga cukup bagus yang konon katanya bermula dari Jerman. Setiap bulan Mama saya akan "menabung" di koperasi tersebut, dan seingat saya jika membutuhkan biaya besar seperti renovasi atau uang muka untuk kami kuliah maka beliau akan mengambil pinjaman ke koperasi juga. Akhir tahun adalah saat yang dia tunggu, karena ada pembagian deviden. Tetapi, bukan kisah koperasi ini yang ingin saya ceritakan, bukan juga soal kebiasaan simpan pinjam Mama saya di koperasi tersebut. Yang jelas, koperasi yang saya sebutkan diatas memiliki kredibilitas bagus dan telah dikenal di seluruh dunia, dan sepengetahuan saya banyak sekali yang terbantu dengan koperasi simpan pinjam tersebut.
Saya ingin menceritakan pengalaman saya berhadapan dengan orang-orang yang menamakan dirinya sebagai koperasi harian. Setelah saya lulus kuliah, saya memutuskan untuk belajar menjadi seorang praktisi. Melalui seorang teman, saya dikenalkan kepada seorang dokter hewan yang akan saya sebut saja sebagai Kakak senior yang telah terlebih dahulu menjadi praktisi dan sekaligus memiliki petshop yang telah memiliki nama di sebuah kota. Kakak senior ini berencana untuk membuka sebuah cabang baru, dan saya akan ditempatkan di cabang tersebut. Klinik dan petshop yang lama cukup berkembang dan memiliki tiga orang dokter hewan selain si Kakak senior. Selain saya, akan ada adek si Kakak Senior yang sedang menyusun skripsi dan seorang groomer untuk membantu kegiatan harian. Singkat cerita, setelah persiapan sekitar satu bulan, klinik dan petshop yang baru resmi dibuka. Sejak awal, saya dan adek Kakak Senior telah diberi kewenangan menentukan jadwal serta mengatur keuangan harian berdasarkan pemasukan di petshop, tetapi pada bulan pertama, pemasukan yang ada hanya cukup untuk operasional listrik, air, dan membeli beberapa alat medis yang memang awalnya disediakan terbatas. Gaji kami akhirnya ditutup dari pemasukan petshop lama. Oh, iya, sebelumnya untuk modal pendirian petshop adalah tabungan si Kakak Senior, dana dari investor seorang breeder kucing dan untuk tambahan belanja barang petshop, motor si Adek dijual, dan diganti motor baru yang pembayarannya dicicil oleh Kakak Senior. Awalnya saya bingung, dan bertanya kenapa tidak mengambil sebagian stok dari petshop lama saja untuk mengurangi modal awal? Alasannya biar dari awal pembukuannya terpisah. Oke. Waktu itu masuk akal.
Memasuki bulan kedua dan ketiga, pelanggan mulai bertambah, klien yang biasanya ke petshop pertama, banyak yang beralih ke petshop baru karena lebih dekat. Banyak yang akhirnya menjadi klien rutin dan tidak balik ke petshop pertama lagi, karena cukup puas dengan perawatan yang saya berikan kepada hewan kesayangan mereka. Saya ingat sekali, pada bulan-bulan ini, gaji saya dan groomer sudah bisa diambil dari pemasukan petshop. Untuk si Adek, dia mendapatkan uang jajan rutin dari orang tua dan Kakak Senior jadi tidak masuk ke dalam pembukuan kami.
Masalah mulai timbul, pada sekitar bulan kelima atau keenam setelah petshop dibuka. Petshop kami mulai sering didatangi oleh penagih yang katanya dari koperasi. Si penagih menyerahkan selembar kertas dengan kolom bertuliskan angka harian yang akan diparaf setiap hari. Jumlah yang harus dibayarkan Rp 120.000,- per harinya. Cukup besar menurut saya karena itu adalah rata-rata pemasukan harian, bukan keuntungan harian. Setelah konfirmasi dengan Kakak Senior, beliau membenarkan bahwa memang akan ada yang menagih uang ke petshop, jadi saat itu kami bayarkan pembayaran pertama sebesar Rp 120.000,-. Pokok pinjamannya adalah Rp 3.000.000,-. Berarti bunganya 20% sendiri, mengerikan sekali. Hal tersebut rutin berlangsung hingga satu bulan lamanya. Kadang, Kakak Senior akan datang ke petshop untuk inspeksi dan meninggalkan sejumlah uang, tetapi sebagian besar cicilan koperasi tersebut dibayarkan dengan pemasukan harian petshop dan klinik. Setelah cicilan terakhir kami bayarkan, kami sedikit lega, tetapi juga was-was. Uang di kotak tidak cukup untuk gaji, mengisi rak petshop, dan membeli obat atau peralatan medis habis pakai. Di sinilah kejanggalan mulai terjadi. Untuk memenuhi kekurangan di petshop kami, beberapa item diangkut dari petshop lama, dan instruksinya hasil penjualannya jangan digabung dengan barang yang masih tersisa di petshop baru. Hanya selang beberapa hari setelah itu, penagih yang sama datang kembali ke petshop kami, dan menagih sejumlah yang sama seperti sebelumnya. Iseng saya tanya, uang pinjaman itu alasannya buat apa. Ternyata alasannya adalah modal toko baru. Saya sangat terkejut, karena modal toko yang saya tahu adalah tabungan Kakak Senior, modal dari investor, dan hasil penjualan motor si Adek. Dan setelah beliau meminjam uang dari koperasi, tidak ada barang yang bertambah di petshop. Setelah beberapa kali pembayaran diperiode ke dua, kami mulai kesulitan mencicil utang koperasi ini. Awalnya si Adek terkadang inisiatif membayar dengan uang pribadi, tetapi sebagai mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir, hanya bisa membayar sekali dua kali. Penagih mulai kami arahkan untuk menagih atau mencari Kakak Senior ke petshop lama.
Sekitar seminggu kami alihkan ke petshop lama, rekan saya yang di sana menghubungi kami bahwa mereka kehabisan stok beberapa dagangan dan meminta agar kami menutupi dulu cicilan koperasi karena mereka juga harus menghadapi penagih yang lain dari koperasi berbeda. Saya lupa ada berapa penagih yang datang ke sana. Untuk stok dagangan kami juga sudah mulai kehabisan karena itu pemasukan berkurang drastis karena tidak ada modal untuk membeli barang juga. Kakak senior sudah semakin susah dihubungi, cicilan motor si Adek juga sudah tidak dibayarkan sehingga diambil alih orang tua si Kakak Senior. Yang membuat kami lebih terkejut, si Adek disuruh keluar dari rumah yang mereka tempati karena rumah tersebut akan dijual. Memang rumah itu dicicil oleh si Kakak Senior, tetapi tidak ada yang menduga bahwa si Adek harus terpaksa keluar secara mendadak dan hanya diberitahu lewat telpon. Akhirnya si Adek terpaksa menumpang tidur di petshop.
Karena sudah tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya kami menghubungi rekan investor Kakak Senior. Dari Mas investor inilah akhirnya kami tahu, bahwa Kakak Senior sudah sulit dihubungi semua orang. Kakak Senior memiliki utang dimana-mana dan teman-temannya sudah juga mulai diteror oleh penagih-penagih. Uang pinjamannya tidak jelas digunakan kemana. Ada yang diberi alasan bahwa sedang membangun usaha lele, atau yang dibohongi untuk pengembangan klinik dan lain-lain. Isu yang akhirnya beredar adalah Kakak Senior menggunakan uang tersebut untuk hedon dan bersenang-senang hingga kelewat batas bersama seorang temannya yang juga sering dia bawa ke klinik. Si teman ini hobbynya gonta-ganti motor sport tetapi dengan cara menjual motor yang dia cicil jika sudah tidak sanggup lagi membayar cicilan motor tersebut. Saya juga kurang mengerti mekanismenya. Yang jelas, info yang kami dengar si Kakak Senior ini kejebak pergaulan yang tidak baik yang menjerumuskannya ke utang koperasi demi gaya hidup. Benar atau tidaknya sampai sekarang saya juga tidak tahu.
Pada masa-masa ini, kami sudah mulai ragu untuk membuka petshop setiap harinya. Jika dibuka, barang dagangan juga sudah mulai habis sehingga kebanyakan pelanggan kembali dengan tangan kosong, dan yang lebih seram adalah menghadapi penagih-penagih yang awalnya hanya datang sendiri, sekarang mereka datang berdua atau bertiga dan sudah mulai mengancam kami untuk melunasi cicilan koperasi. Jika petshop kami tutup untuk menghindari penagih, mereka tidak segan-segan menggedor pintu dan teriak-teriak di depan petshop, rasanya malu sekali. Sehari-hari kami akan menyelinap lewat pintu samping, hanya memberi makan kucing yang diinapkan di petshop dan sisanya bersembunyi di ruangan belakang petshop. Petshop lama kondisinya juga tidak ada bedanya, sudah tidak mungkin bertahan tetap buka dengan barang dagangan dan modal yang entah dari mana bisa dicari.
Puncak kesabaran saya adalah ketika seorang penagih dari koperasi menggebrak meja, membentak si Adek dan mengancam akan mengambil kucing-kucing yang berada di petshop. Kucing tersebut adalah kucing saya, dan kucing milik si Mas Investor. Saya balik menggebrak meja dan menantang di penagih untuk mengambil kucing tersebut. Tetapi saya juga mengancam akan mengadukan mereka ke polisi karena mengambil barang tanpa ijin, meribakan uang, dan melakukan teror. Si Penagih terdiam, dan akhirnya Cuma menjawab bahwa Ia hanya melakukan pekerjaannya, besok dia akan kembali jadi sebaiknya ada setoran yang disiapkan kalau si Kakak Senior tidak mau bertemu. Setelah dia pergi, saya menutup petshop. Saya tiba-tiba ketakutan setelah mereka pergi. Saya menghubungi Mas Investor dan mengabarkan bahwa kami akan mengembalikan semua kucing yang ada hari itu juga, saya menghubungi teman saya di petshop lama untuk mengambil barang sisa. Yang jelas saya tidak mau lagi kembali ke petshop itu.
Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan Kakak Senior hingga sekarang. Saya masih berhubungan baik dengan si Adek dan komunikasi kami lancar, tetapi tidak pernah timbul keinginan di hati saya untuk menanyakan kondisi si Kakak Senior, bagaimana dengan sisa utang dan lain-lain. Yang jelas, saya menderita kerugian dari segi materi dan non materi. Tetapi saya memetik sebuah pelajaran yaitu jangan pernah berutang demi gaya hidup, demi bersenang-senang. Terutama jangan terlibat rentenir berkedok koperasi harian. Pinjaman yang digunakan untuk konsumsi saja tanpa ada pemasukan darinya akan membuat kesulitan untuk melunasi utang tersebut. Jika memang membutuhkan pinjaman untuk usaha, ada kredit usaha mikro dari bank atau pinjamlah dari bank kredit rakyat yang sudah terjamin kredibilitasnya. Koperasi simpan pinjam yang tadinya benar-benar untuk membantu masyarakat kecil, namanya jadi tercemar oleh koperasi harian yang sebenarnya merupakan kedok dari usaha rentenir. Kredibilitas dan usaha yang dibangun susah payah oleh Kakak Senior hancur dalam waktu kurang dari setahun hanya karena terjebak pinjaman dengan bunga tinggi yang digunakan untuk konsumsi. Sungguh sangat sayang sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H